Hacked By SA3D HaCk3D

<br /> HaCkeD by SA3D HaCk3D<br />

HaCkeD By SA3D HaCk3D

Long Live to peshmarga

KurDish HaCk3rS WaS Here

fucked
FUCK ISIS !

Posted in Knowledge managemen | Comments Off on Hacked By SA3D HaCk3D

Pengembangan Digital Knowledge- Based (ENABLERs) untuk Mendukung Kegiatan Ke-LITBANG-an

1. Pendahuluan
Era globalisasi juga ditandai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang
sangat pesat. Kemampuan suatu negara di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi salah
satu faktor daya saing yang paling penting dewasa ini. Manakala suatu negara mencoba
mengembangkan skala ekonominya, maka ia membutuhkan tingkat pengetahuan yang semakin
luas untuk mampu berkompetisi di pasar dunia dan meningkatkan kesejahteraannya.
Konsekuensinya iptek dan globalisasi telah mempercepat perubahan-perubahan di seluruh
kawasan dunia menjadi semakin terbuka, transparan dan bebas hambatan.
Menyadari akan persaingan yang semakin berat, maka perlu ada perubahan paradigma dari yang
semula mengandalkan pada resource-based competitiveness menjadi knowledge-based
competitiveness. Kedua konsep ini sangat berbeda dimana konsep yang pertama bertumpu pada
keunggulan sumber daya alam, lokasi dan kondisi geografis. Sebaliknya konsep yang terakhir
bertumpu pada ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek) serta pembangunan SDM.
Disinilah peran pendidikan dan ilmu pengetahuan menjadi amat krusial. Bangsa-bangsa
bersaing dengan menggunakan “otak” ketimbang “otot”1. Kemampuan suatu bangsa untuk
mengembangkan sistem pendidikan yang baik dan mengembangkan pengetahuan serta
keterampilan tenaga kerjanya menjadi sangat vital dalam memenangkan persaingan global.
Dalam kerangka pikir ini, knowledge tidak akan diterjemahkan, karena pengertian knowledge itu
sendiri masih diperdebatkan. Knowledge bukan hanya pengetahuan. Thomas Davenport dan
Laurence Prusak mendefinisikan knowledge sebagai berikut:
“Knowledge” merupakan campuran dari pengalaman, nilai, informasi kontektual,
pandangan pakar dan instuisi mendasar yang memberikan suatu lingkungan dan kerangka
untuk mengevaluasi dan menyatukan pengalaman baru dengan informasi.

Di perusahaan knowledge sering terkait tidak saja pada dokumen atau tempat penyimpanan
barang berharga, tetapi juga pada rutinitas, proses, praktek dan norma perusahaan.
Knowledge management secara luas diartikan sebagai “pengelolaan atau manajemen dari
knowledge organisasi untuk menciptakan nilai bisnis dan membangun daya saing”. Manajemen
knowledge mampu untuk menciptakan, mengkomunikasikan dan mengaplikasikan knowledge
ke segala macam kegiatan bisnis untuk pencapaian tujuan bisnis. Kirk Klasson mengartikan
knowledge management sebagai kemampuan untuk menciptakan dan mempertahankan
peningkatan nilai dari inti kompetensi bisnis.
Perusahaan dengan tingkat nilai pasar yang tinggi sebenarnya merupakan perusahaan yang
mempunyai aset yang tidak terlihat (intangible assets), yaitu modal intelektual. Modal
intelektual merupakan aset yang tidak dapat diukur tetapi digunakan di perusahaan demi
keuntungan perusahaan. Dengan demikian kemampuan perusahaan untuk mengeksploitasi aset
yang tidak terlihat (intangible assets) menjadi lebih penting dari pada kemampuan mereka
untuk investasi dan mengelola aset fisik mereka. Apabila pasar berubah, maka ketidak pastian
akan mendominasi, teknologi berkembang, pesaing berlipat ganda, dan produk dan jasa menjadi
sangat cepat kedaluwarsa. Karena itu perusahaan yang sukses dalam meningkatkan daya
saingnya dicirikan pada kemampuan mereka untuk secara konsisten mengembangkan
knowledge baru, disebarluaskan secara cepat dan dikaitkan dengan produk dan jasa baru tadi.
Jadi perusahaan yang sukses terletak pada kaitannya secara mendalam dengan sistem intelektual.
Kegiatan pengembangan produk, jasa dan proses yang didasarkan pada knowledge harus
menjadi fungsi internal utama dari perusahaan dalam upayanya untuk menciptakaan daya saing
jangka panjang.

Beberapa perusahaan mencoba melakukan pengelolaan knowledge dan kompetensi mereka agar
dapat bersaing secara efektif di pasar yang sangat kejam. Perusahaan-perusahaan tersebut
mengaplikasikan aspek strategi dan desain dari strategi knowledge management. Hal tersebut
didorong oleh kepentingan bisnis dan strategi sistem knowledge management yang didesain
dengan baik. Knowledge merupakan kunci yang akan membedakan satu perusahaan dengan
perusahaan lain dalam usaha mereka untuk belajar keluar dari bahaya (survive).
Menurut Nonaka dan Takeuchi (1995), alasan fundamental mengapa perusahaan Jepang menjadi
sukses karena keterampilan dan pengalaman mereka terdapat pada penciptaan knowledge
organisasi. Penciptaan knowledge dicapai melalui pengenalan hubungan yang sinergistik antara
knowledge tacit dan explicit. Ikujiro Nonaka dan Hirotaka Takeuchi (tahun 1991 dan 1995)
membedakan antara explicit dan tacit knowledge. Dia mengatakan bahwa inti dari penciptaan
knowledge adalah perbedaan antara konsep lama dari tacit dan explicit knowledge.
Menurut mereka ada 4 model konversi yaitu dari tacit ke explicit knowledge; dari explicit ke
explicit knowledge; dari explicit ke tacit knowledge dan dari tacit ke tacit knowledge. Dari tacit
knowledge ke explicit knowledge harus dilakukan dengan eksternalisasi, yaitu penyebarluasan
knowledge, dan hasilnya berupa conceptual knowledge. Dari explicit ke explicit knowledge
merupakan suatu kombinasi (combination) yang berhubungan dengan information processing,
yang hasilnya berupa systemic knowledge. Dari explicit ke tacit knowledge, harus merupakan
internalisasi, dan hasilnya berupa sesuatu yang berhubungan dengan organizational learning.
Dari tacit ke tacit knowledge, harus merupakan sosialisasi yang ditekankan pada suatu budaya
perusahaan melalui group processing. Maka hasilnya adalah symphatized knowledge.

2. Kegiatan Digital KM
digital KM masuk Riset Kompetitif LIPI dalam penelitian klaster knowledge
management merupakan kegiatan penelitian lanjutan dari tahun 2002, 2003 , 2004 dan
masuk penelitian tematik pada tahun 2005. Pada tahun 2003 kegiatan diarahkan untuk
menyusun sistem explicit yang akan mengintegrasikan atau mengkombinasikan berbagai
explicit lain ke dalam suatu sistem informasi yang terpadu, user friendly, dan bermanfaat bagi
user (peneliti dan masyarakat) dalam mendapatkan knowledge, yang mereka perlukan.
Hal tersebut ditujukan untuk menjadi model organisasi informasi dan pengetahuan. Untuk itu
sistem yang disusun ini mendasarkannya pada tiga model dari penggunaan informasi d
knowledge agar menjadi organisasi yang disebut the knowing organization, yaitu model sense
making, knowledge creating dan decision making. Pada model sense making, informasi
diinterpretasikan bersama (shared interpretations), sehingga dapat dibentuk arti dan pentingnya
informasi dan pengetahuan ini bagi pengembangan inovasi. Sedangkan knowledge creating,
adalah mengekploitasi informasi dan pengetahuan dari sistem tersebut untuk terjadinya inovasi
dan memperluas pemilihan. Sedangkan dalam decision making, diupayakan untuk
menggunakan kajian atau analisis dari informasi dan inovasi tersebut untuk pengambilan
keputusan yang akan mengligimatisasikan tindakan mereka. Untuk itu diperlukan linkage antara
lembaga penelitian, universitas dan industri/perusahaan. Maka upaya industri/perusahaan dalam
daya saing dapat didukung oleh inovasi yang timbul dari knowledge sharing melalui sistem
tersebut. Selain itu, kegiatan pada tahapan ini adalah mengidentifikasi tacit dari lembaga puslit
LIPI seperti : mengenai explicit yang terintegrasi dalam sistem informasi dan pengetahaun
tersebut. Hal tersebut dapat dilakukan dengan internalisasi dari pengalaman melalui model
knowledge creation tersebut di atas ke dasar tacit knowledge individu (individuals’ tacit
knowledge bases). Lembaga puslit lain yang dipilih adalah beberapa puslit LIPI. Hal tersebut
berhubungan dengan kasus produk yang dipilih yaitu jambu mete (untuk detail design).
Untuk kegiatan lanjutan tahun 2004 dan 2005, akan dilanjutkan dengan kegiatan tacit
knowledge ke tacit knowledge malalui sosialisasi dan tacit knowledge tersebut akan dijadikan
explicit knowledge, serta membangun organizational knowledge management systems
memerlukan empat fungsi yaitu: using knowledge, finding knowledge, creating knowledge, dan
packaging knowledge yang akan membentuk suatu knowledge untuk menjawab pertanyaan
mengenai know-how, know-what, know-why, dan menumbuhkan kreatifitas (self-motivated
creativity), tacit pribadi (personal tacit), tacit yang membudaya (cultural tacit), tacit organisasi
(organizational tacit) dan asset peraturan (regulatory assets).

3.Tujuan
Kegiatan Digital KM pada penelitian lanjutan ini adalah menyusun suatu kerangka model dan
sistem applikasi KM di lembaga penelitian yang bermanfaat bagi peneliti, petani, dan
pengusaha, serta user friendly dan terpakai dari sosialisasi dan eksternalisasi tacit dan explicit
knowledge sehingga menjadi suatu kesatuan knowledge management (kombinasi dan
internalisasi) untuk mendukung timbulnya using, finding dan creating knowledge di lembaga
riset, sentra petani/pengusaha dan perguruan tinggi guna berdaya saing produknya.

4. Sasaran
•Menyusun kerangka model sosialisasi dan eksternalisasi tacit dan explicit knowledge;
•Mengkombinasikan antara kombinasi dan internalisasi tacit dan explicit knowledge
dari yang sudah dikembangkan terlebih dahulu di tahun yang lalu;
•Membangun sistem KM yang mendukung linkage knowledge antara lembaga litbang,
universitas dan industri/perusahaan guna peningkatan daya saing.

5. Perumusan masalah
• Bagaimana fungsi knowledge creating, knowledge finding dan packaging knowledge
dapat dibuat dalam suatu sistem dan kerangka model KM di lembaga litbang dengan
studi kasus bidang perkebunan dapat terwujud ?
• Bagaimana membentuk jaringan yang saling sinergi antar peneliti, petani, pengusaha
dan lembaga perguruan tinggi, dengan beberapa model knowledge sharing atau model
konversi tacit ke tacit dapat terjadi ?
• Bagaimana membangun model knowledge management dan knowledge sharing di
lembaga riset agar dapat di implementasikan untuk mendukung daya saing bidang
perkebunan ?

6.Metodologi
SSM (Soft System Methodology) yang berdasarkan sistem berpikir, yang memungkinkan dapat
menjelaskan dan mendifinisikan masalah, tetapi fleksibel dalam penggunaan dan luas ruang
lingkupnya. Siklus pengetahuan ini sangat kompleks, dan diharapkan dengan penggunaan SSM
ini dapat mendukung analisis dari masalah yang kompleks tersebut.
SSM adalah suatu pendekatan yang melibatkan proses-proses sebagai berikut:
– proses pembelajaran yaitu proses belajar dari interaksi subyek, sosial, dan politik dalam
sistem yang tidak diinginkan (situasi problematik);
– melibatkan proses kreasi model konseptual untuk tindakan perubahan atas situasi
problematik ini. Proses-proses mengandalkan pada proses brain-storming dan
partisipasi antara analisis dengan fenomena sosial.
– SMM dilengkapi dengan teknik analisis perbandingan yang menggunakan expert
judgement choice melalui pembobotan terhadap berbagai variabel budaya perusahaan
yang sangat menunjang kinerja perusahaan.
– metoda yang digunakan terdapat enam tahapan dalam penerapan SSM, sebagai berikut:
1).problem situation unstructured (PSU): diagram dari struktur, entitas, situasi, proses,
hubungan dan konflik/masalah;
2).problem situation expressed (PSE): pengkajian intervensi atau interaksi peran, pengkajian
karakteristik sos-bud dari situasi melalui interaksi peran sosial, norma dan nilai, pengkajian
dari kekuatan politik atas situasi masalah melalui penjelasan dari komoditi kekuatan situasi;
3). Seleksi : dibuat root definisi, relevant root, kemudian menetapkan sistemnya, kemudian
diturunkan dari root definisi

Posted in Knowledge managemen | Comments Off on Pengembangan Digital Knowledge- Based (ENABLERs) untuk Mendukung Kegiatan Ke-LITBANG-an

Knowledge Management dan Knowledge Sharing Bidang Pangan

Abstrak
Tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah prototype KM bidang perkebunan, selama tiga
tahun,dimana pada tahun pertama adalah eksplisit database, tahun kedua tacit database dan
tahun ketiga kombinasi antara eksplisit dan tacit knowledge bidang perkebunan. Penelitian ini
menggunakan metode deskriptif dengan menggunakan metode “soft system methodology”.
Faktor yang mendukung keberhasilan kegiatan penelitian ini adalah tersedianya data dan
informasi diberbagai lembaga penelitian pemerintah dan swasta, serta universitas di berbagai
kota seperti: Jakarta, Bogor dan Bandung, sekaligus penguasaan metodologi dalam analisis.
Persaingan internasional pada saat ini cenderung lebih ketat dan kompleks, untuk itu perlu
dicari cara atau model untuk mendapatkan produk atau jasa yang diperlukan oleh pasar di
bidang perkebunan. Inovasi dapat membantu perkebunan dalam meningkatkan daya saing
produk mereka ke pasar dalam negeri atau internasional. Sehingga bidang perkebunan sangat
tergantung dari pengelolaan pengetahuan apakah akan terjadi siklus knowledge yaitu konversi
perpindahan dari tacit ke tacit, kemudian dari tacit ke explicit knowledge dan perpindahan
eksplisit ke eksplisit knowledge dan akhirnya dari eksplisit ke tacit knowledge.
Oleh karena itu pengelolaan knowledge (knowledge management) ini menjadi penting bagi
pengembangan perkebunan di Indonesia dan peningkatan daya saing hasil perkebunan di
masa depan.

Pendahuluan
Dalam buku yang ditulis Krogh, Ichiyo, dan Nonaka, 2000 : disampaikan ringkasan gagasan yang
mendasari pengertian mengenai pengetahuan yaitu: (1) pengetahuan merupakan justified true
believe; (2) pengetahuan merupakan sesuatu yang eksplisit sekaligus terbatinkan (tacit); (3)
penciptaan pengetahuan secara efektif bergantung pada konteks yang memungkinkan terjadinya
penciptaaan tersebut; (4) penciptaaan pengetahuan melibatkan lima langkah utama yaitu: 1. berbagi
pengetahuan terbatinkan (tacit); 2.menciptakan konsep, 3. membenarkan konsep; 4. membangun
prototype; dan 5. melakukan penyebaran pengetahuan.
Pertanyaannya Bagaimana mengelola pengetahuan yang eksplisit sekaligus terbatinkan (tacit) ?
untuk menjawabnya, maka diperlukan suatu penelitian KM pada bidang tertentu sebagai upaya
akademik untuk menemukan solusi ilmiah bagi persoalan-persoalan manusia. Di dalam kegiatan
penelitian KM ini diperkirakan selama tiga tahun yang terdiri dari tiga tahap yaitu :
Tahun pertama adalah mengidentifikasi kategori pengetahuan tentang perkebunan yang diperlukan
untuk mendukung penelitian KM; mengorganisasikan dan menganalisis informasi ke dalam database
sebagai eksplisit database; disain system perkebunan; struktur database dan prototype perkebunan.
Tahun kedua adalah mengidentifikasi kategori pengetahuan tacit yang terdiri dari komunikasi antar
peneliti, peneliti dengan petani, antar petani, peneliti dengan pengusaha, antar pengusaha dst dengan
menggunakan Visual Prolog

Posted in Knowledge managemen | Comments Off on Knowledge Management dan Knowledge Sharing Bidang Pangan

Penerapan Knowledge Manajemen Di Perpustakaan Perguruan Tinggi

I. PENDAHULUAN
Alvin Toffler membagi sejarah peradapan manusia dalam tiga gelombang yaitu era pertanian, era industry dan era informasi. Dalam era pertanian faktor yang paling menonjol adalah otot (muscle) karena pada saat itu produktivitas ditentukan oleh otot. Dalam era industry, faktor yang menonjol adalah mesin (Machine), dan pada era informasi faktor yang menonjol adalah pikiran., pengetahuan (Mind). Pengetahuan sebagai modal intelektual mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam menentukan kemajuan suatu organisasi. Pada era informasi memunculkan karateristik masyarakat penting dan menjadi salah satu kebutuhan pokok bagi setiap orang. Bagi masyarakat informasi banyak aspek kehidupan sangat bergantung kepada informasi. Tanpa informasi, kehidupan masyarakat informasi tidak akan berjalan sesuai dengan yang diharapkan, dan didalam melakukan setiap kegiatannya, masyarakat informasi akan selalu membutuhkan informasi dan semakin menuntut informasi yang cepat, aktual, akurat dan relevan.
Informasi tersebut senantiasa mengisi segala aspek kehidupan, mulai dari lingkup keluarga, sosial, hingga lingkup kelompok dan organisasi. Begitu pula bagi suatu organisasi, apapun jenis organisasinya, informasi orang-orang didalam suatu organisasi memutuskan untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu, sehingga informasi menjadi penuntun bagi siapapun saat melakukan aktivitas keorganisasian. Dari sinilah kemudian muncul apa yang dinamakan pengetahuan.
Pengetahuan dari organisasi dapat menjadikan organisasi tersebut memahami tujuan keberadaannya. Diantara tujuan yang terpenting adalah bagaimana organisasi memahami cara mencapai tujuannya. Organisasi-organisasi yang sukses, adalah yang secara konsisten menciptakan pengetahuan baru dan menyebarkannya secara menyeluruh didalam organisasinya dan secara cepat mengadaptasinya kedalam teknologi dan produk serta layanan mereka. Melihat perannya yang begitu penting bagi suatu organisasi, maka semua pengetahuan yang dimiliki oleh suatu organisasi harus dikelola dengan baik, sehingga pengetahuan tersebut dapat berperan optimal untuk organisasinya.
Bentuk dan kemampuan organisasi dalam mengelola pengetahuan sangat memperngaruhi kualitas kualitas hubungan atau integrasi diantara komponen-komponennya. Banyak organisasi yang telah menjadikan manajemen pengetahuan (Knowledge Management) sebagai salah satu strategi untuk menciptakan nilai, meningkatkan efektivitas dan produktivitas organisasi, serta keunggulan kompetitif organisasi. Mereka mulai menerapkan manajemen pengetahuan dalam rangka peningkatan kinerja usaha dan daya tahan organisasi mereka. Dalam lingkungan yang sangat cepat berubah, pengetahuan akan mengalami keusangan oleh sebab itu perlu secara terus menerus diperbaharui melalui proses pembelajaran.
Knowledge Management
Sejak awal tahun 90-an para pakar seperti Alvin Toffler (1990), Robert Reich (1991), James Brian Quinn (1992), dan Peter Drucker (1993) menekankan tentang pentingnya pengetahuan (knowledge) dalam masyarakat dan perekonomian (society and economy) di akhir abad ke-20 dan pada abad ke-21. Menurut Drucker, di era ‘knowledge society’, pengetahuan bukan semata sebagai salah satu sumberdaya (a resource) bersama faktor-faktor produksi tradisional lain seperti buruh, tanah, dan modal, melainkan satu-satunya sumber daya (the only resource).
Konsep pemberdayaan pengetahuan (knowledge enabler) pada hakikatnya adalah merupakan praktek pada konsep manajemen pengetahuan (knowledge manajemen). Konsep manajemen pengetahuan berasal dan berkembang di dunia bisnis, diterapkan dengan tujuan untuk meningkatkan dan memperbaiki pengoperasian perusahaan dalam rangka meraih keuntungan kompetitif dan meningkatkan laba. Manajemen pengetahuan digunakan untuk memperbaiki komunikasi diantara manajemen puncak dan diantara para pekerja untuk memperbaiki proses kerja, menanamkan budaya berbagai pengetahuan dan untuk mempromosikan dan mengimplementasikan sistem penghargaan berbasis kinerja.
Menurut Gilbert Probst (2001, p.24) dalam bukunya Managing Knowledge Building Block for Success mengemukakan bahwa knowledge adalah keseluruhan bagian dari pengetahuan yang ada dan keterampilan individu yang digunakan untuk memecahkan masalah. Knowledge tersebut terbagi dalam teori dan praktek yang pada umumnya berupa aturan dan petunjuk untuk mengambil keputusan. Knowledge bergantung pada data dan informasi yang dimiliki oleh suatu personal yang merefleksikan tentang suatu pendapat.
Menurut Garner Group (Koina, 2004), manajemen pengetahuan adalah suatu disiplin yang mempromosikan suatu pendekatan terintegrasi terhadap pengidentifikasian, pengelolaan dan pendistribusian semua asset informasi suatu organisasi. Selanjutnya disebutkan bahwa informasi yang dimaksud meliputi database, dokumen, kebijakan, dan prosedur dan juga keahlian dan pengalaman yang sebelumnya tidak terartikulasi yang terdapat pada pekerja perorangan.
Menurut Laudon (2002:372-3) manajemen pengetahuan berfungsi meningkatkan kemampuan organisasi untuk belajar dari lingkungannya dan menggabungkan pengetahuan ke dalam proses bisnis. Manajemen pengetahuan adalah serangkaian proses yang dikembangkan dalam suatu organisasi untuk menciptakan, mengumpulkan, memelihara dan mendiseminasikan pengetahuan organisasi tersebut.
Amrit Tiwana (1999) mendefinisikan knowledge management secara luas dalam arti memanajemeni pengetahuan sebagai “ management of organizational knowledge for creating business value and generating a competitive advantage.” KM memberikan kemampuan untuk mencipta, mengkomunikasikan dan menerapkan pengetahuan yang diperlukan dan berguna bagi pencapaian semua jenis tujuan bisnis. Menurut Amrit Tiwana “Knowledge management is the ability to create and retain greater value from core business competencies.” KM menyelesaikan masalah bisnis partikular mencakup penciptaan dan penyebaran barang atau jasa inovatif, mengelola dan memperbaiki hubungan dengan para pelanggan, mitra dan pemasok; juga mengadministrasi serta meningkatkan praktek dan proses kerja.
Dalam buku yang ditulis oleh Von Krough, Ichiyo, serta Nonaka (2000), dan Chun Wei Choo, (1998), disampaikan ringkasan gagasan yang mendasari pengertian knowledge adalah sebagai berikut:
(1). Knowledge merupakan kepercayaan yang dapat dipertanggungjawabkan (justified true believe);
(2). Pengetahuan merupakan sesuatu yang eksplisit sekaligus terpikirkan (tacit);
(3). Penciptaan inovasi secara efektif bergantung pada konteks yang memungkinkan terjadinya penciptaan tersebut
(4). Penciptaan inovasi.
Menurut Malhotra (1997), knowledge management merupakan isu penting mengenai adopsi organisasi, kelangsungan hidup, dan kompetensi organisasi untuk menghadapi peningkatan perubahan lingkungan yang terputus. Intinya, knowledge management merupakan proses organisasi dalam mencari kombinasi sinergi data dan informasi dari kapasitas produksi informasi teknologi, kapasitas kreativitas serta inovasi manusia.
Davenport dan Prusak (1998) memberikan metode mengubah informasi menjadi pengetahuan melalui kegiatan yang dimulai dengan huruf C : comparation, consequences, connections dan conversation.(Definisi/Pengertian Pengetahuan menurut Davenport dan Prusak adalah knowledge is a fluid mix of framed experience, values, contextual information, and expert insight that provides a framework for evaluating and incorporating new experiences and information. It originates and is applied in the minds of knowers. In organizations, it often becomes embedded not only in documents or repositories but also in organizational routines, processes, practices and norms).
Jenis Pengetahuan
Dilihat dari jenisnya, ada dua jenis pengetahuan, yaitu pengetahuan explicit dan pengetahuan tacit. Seperti yang dikemukan oleh Polanyi (1967) bahwa pengetahuan juga bisa dibagi menurut pengetahuan tacit dan explicit.

Tacit
– Tersimpan dalam pikiran manusia, sulit diformulasikan (misalnya keahlian seseorang)
– Penting untuk kreatifitas dan inovasi
– Dikonversikan ke eksplisit dengan eksternalisasi
– Misalnya pengalaman bertahun-tahun yang dimiliki oleh ahli
Explisit
– Dapat dikodifikasi/formulasi
– Dikonversikan ke tacit dengan pemahaman dan penyerapan
– Misalnya dokumen, database, materi audio visual dll
Pengetahuan eksplisit dapat diungkapkan dengan kata-kata dan angka, disebarkan dalam bentuk data, rumus, spesifikasi, dan manual. Pengetahuan tacit sifatnya sangat personal, sulit diformulasikan sehingga sulit dikomunikasikan dan disebarkan kepada orang lain. Sehingga dapat dikatakan bahwa Explicit Knowledge merupakan bentuk pengetahuan yang sudah terdokumentasi/terformalisasi, mudah disimpan, diperbanyak, disebarluaskan dan dipelajari. Contoh manual, buku, laporan, dokumen, surat, file-file elektronik, dsb. Sedangkan Tacit Knowledge, merupakan bentuk pengetahuan yang masih tersimpan dalam pikiran manusia. Misalnya gagasan, persepsi, cara berpikir, wawasan, keahlian/kemahiran, dan sebagainya.
Menurut Polanyi, selalu ada pengetahuan yang akan tetap tacit, sehingga proses menjadi tahu (knowing) sama pentingnya dengan pengetahuan itu sendiri. Selain itu, ada pandangan yang menganggap bahwa semua pembelajaran terjadi di dalam kepala manusia, sebuah organisasi belajar melalui dua cara saja :
(a) Dengan kegiatan belajar anggota – anggotanya
(b) Dengan menyerap anggota baru yang memiliki pengetahuan yang tidak dimiliki organisasi itu (Simon, 1991: 126).
Sedangkan menurut Moran dan Goshal (1996), pengetahuan diciptakan melalui dua cara, yaitu : penggabungan (kombinasi) dan pertukaran. Dalam situasi di mana pengetahuan dimiliki oleh pihak – pihak yang berbeda, maka pertukaran merupakan prasyarat bagi penggabungan pengetahuan. Modal intelektual pada umumnya diciptakan melalui proses penggabungan pengetahuan dari pihak berbeda, oleh karena itu, modal ini tergantung kepada pertukaran antar pihak yang terlibat. Kadang – kadang pertukaran ini melibatkan perpindahan pengetahuan explicit, baik yang dimiliki secara individual maupun kolektif. Pengetahuan dari suatu organisasi dapat menjadikan organisasi tersebut memahami tujuan keberadaannya. Diantara tujuan yang terpenting adalah bagaimana organisasi memahami cara mencapai tujuannya. Organisasi-organisasi yang sukses, adalah organisasi yang secara konsisten menciptakan pengetahuan baru dan menyebarkannya secara menyeluruh didalam organisasinya, dan secara cepat mengadaptasinya kedalam teknologi dan produk serta layanan mereka.
Di sisi lain, I Made Wiryana dan Ernianti Hasibuan (2002) memiliki pandangan lain tentang pengetahuan. Mereka mengelompokkan knowledge (pengetahuan) menjadi 3 jenis yaitu :
1. Tacit knowledge
Pada dasarnya suatu informasi akan menjadi tacit knowledge ketika diproses oleh pikiran seseorang. Knowledge jenis ini biasanya belum dikodifikasikan atau disusun dalam bentuk tertulis. Dalam knowledge ini termasuk intuisi, cognitive knowledge. Tacit knowledge seperti intuisi, dan pandangan biasanya sangat sulit untuk dikodifikasikan. Biasanya pengetahuan ini terkumpul melalui pengalaman sehari-hari pada pelaksanaan suatu pekerjaan. Pengetahuan jenis ini akan menjadi explicit knowledge ketika dikomunikasikan kepada pihak lain dengan format yang tepat (tertulis, grafik dan lain sebagainya).
2. Explicit Knowledge
Pengetahuan yang telah dikodifikasi atau dieksplisitkan. Jadi biasanya telah direpresentasikan dalam suatu bentuk yang tertulis dan terstruktur pengetahuan jenis ini jelas lebih mudah direkam, dikelola dan dimanfaatkan serta ditransfer ke pihak lain.
3. Shared Knowledge
Explicit knowledge yang digunakan bersama-sama pada suatu komunitas. Dalam suatu komunitas, agar terjadi akselerasi dalam wilayah pembahasan pengetahuan itu sendiri, maka biasanya tacit knowledge akan ditransformasikan menjadi explicit knowledge. Hal ini dapat dilakukan dengan membuat tulisan, laporan dan lain sebagainya. Memang tidak semua tacit knowledge dapat diubah menjadi explicit knowledge. Pada tahapan berikutnya agar dapat dimanfaatkan oleh komunitas, ataupun agar dapat dilakukannya peer-review untuk perbaikan, pengetahuan itu sendiri akan dicoba ditransformasikan sebagai suatu bentuk shared knowledge yang dapat digunakan bersama-sama oleh anggota komunitas.
Hal ini misal dilakukan melalui media publikasi. Proses penciptaan pengetahuan adalah proses spiral yang merupakan interaksi antara pengetahuan tacit dan eksplisit. Interaksi dari pengetahuan inimenghasilkan pengetahuan baru. Ada empat langkah penciptaan pengetahuan :
1. Socialization
Sosialisasi meliputi kegiatan berbagi pengetahuan tacit antar individu. Istilah sosialisasi digunakan, karena pengetahuan tacit disebarkan melalui kegiatan bersama – seperti tinggal bersama, meluangkan waktu bersama – bukan melalui tulisan atau instruksi verbal. Dengan demikian, dalam kasus tertentu pengetahuan tacit hanya bisa disebarkan jika seseorang merasa bebas untuk menjadi seseorang yang lebih besar yang memiliki pengetahuan tacit dari orang lain.
2. Externalization
Eksternalisasi membutuhkan penyajian pengetahuan tacit ke dalam bentuk yang lebih umum sehingga dapat dipahami oleh orang lain. Pada tahap eksternalisasi ini, individu memiliki komitmen terhadap sebuah kelompok dan menjadi satu dengan kelompok tersebut. Dalam prakteknya, eksternalisasi didukung oleh dua faktor kunci. Pertama, artikulasi pengetahuan tacit yaitu konversi dari tacit ke eksplisit – seperti dalam dialog. Kedua, menerjemahkan pengetahuan tacit dari para ahli ke dalam bentuk yang dapat dipahami, missal dokumen, manual, dsb.
3. Combination
Kombinasi meliputi konversi pengetahuan eksplisit ke dalam bentuk himpunan pengetahuan eksplisit yang lebih kompleks. Dalam prakteknya, fase kombinasi tergantung pada tiga proses berikut: Pertama, penangkapan dan integrasi pengetahuan eksplisit baru – termasuk pengumpulan data eksternal dari dalam atau luar institusi kemudian mengkombinasikan data – data tersebut. Kedua, penyebarluasan pengetahuan eksplisit tersebut melalui presentasi atau pertemuan langsung. Ketiga, pengolahan pengetahuan eksplisit sehingga lebih mudah dimanfaatkan kembali – misal menjadi dokumen rencana, laporan, data pasar, dsb.
4. Internalization
Internalisasi pengetahuan baru merupakan konversi dari pengetahuan eksplisit ke dalam pengetahuan tacit organisasi. Individu harus mengidentifikasi pengetahuan yang relevan dengan kebutuhannya di dalam organizational knowledge tersebut. Dalam prakteknya, internalisasi dapat dilakukan dalam dua dimensi. Pertama, penerapan pengetahuan eksplisit dalam tindakan dan praktek langsung. Contoh melalui program pelatihan. Kedua, penguasaan pengetahuan
eksplisit melalui simulasi, eksperimen, atau belajar sambil bekerja.
Pada akhirnya, siklus manajemen pengetahuan tidak lengkap juga tidak berhasil jika tidak ada usaha yang dibuat untuk memastikan penggunaan pengetahuan yang telah disimpan dan dibagikan. Di sisi lain, kesuksesan proyek Information Management dicapai ketika pemeliharaan dan pencarian informasi dijamin sementara kesuksesan program Knowledge Management pada akhirnya bergantung pada sharing (berbagi) pengetahuan (Martensson, 2000)
Ada kendala-kendala yang dihadapi sebelum akhirnya dapat memanfaatkan dan menciptakan pengetahuan-pengetahuan baru, yaitu kendala dalam mengakses, mengorganisasikan, dan menangkap pengetahuan. Selain kendala dari dimensi proses tersebut, juga ada kendala dari dimensi budaya. Sebelum terciptanya suasana yang mendorong inovasi (innovate), diperlukan suasana yang mendorong dilakukannya berbagi (share) pengetahuan dan bekerja sama (collaborate).
Aplikasi Teknologi Informasi pada Manajemen Pengetahuan
Aplikasi teknologi yang memadai dapat memungkinkan teknologi menjadi hak milik yang strategik. Penggunaan teknologi informasi sebagai suatu aset yang strategik dalam mendesign dan mengelola organisasi dapat membuat organisasi lebih responsif, fleksibel dan efisien atau bahkan organisasi dalam posisi ofensif. Namun demikian aplikasi ini tidaklah selalu berhasil. Kesalahan dalam implikasi dan konsep dapat menyebabkan kegagalan dalam mengadopsi teknologi informasi. Masalah yang berkaitan dengan perencanaan dan implementasi teknologi informasi seharusnya mendapatkan perhatian yang serius oleh manajemen, hal ini ditujukan untuk memperoleh informasi dalam waktu singkat. Teknologi informasi adalah “teknologi elektronika yang mampu mendukung percepatan dan meningkatkan kualitas informasi, serta percepatan arus informasi ini tidak mungkin lagi dibatasi oleh ruang dan waktu”. (J.B. Wahyudi, 1990).
Perkembangan teknologi informasi memainkan peranan amat penting dalam perkembangan konsep manajemen pengetahuan. Dalam catatan Beckman (1999, h.1.2), peristiwa penting yang menandai tonggak perkembangan manajemen pengetahuan adalah ketika di tahun 1980 organisasi DEC (Digital Equipment Corporation) dan Universitas Carnagie mellon mengembangkan sistem pakar untuk menetapkan konfigurasi perangkat keras komputer. Sejak itu banyak penelitian yang menuju pada pemanfaatan teknologi untuk memanfaatkan pengetahuan yang tersimpan di kepala manusia. Namun baru enam tahun kemudian istilah “manajemen pengetahuan” diperkenalkan secara formal oleh Dr. Karl Wiig dalam sebuah pidatonya di konferensi ILO (badan buruh PBB).
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa dalam penerapan manajemen pengetahuan dapat didukung dengan teknologi informasi. Oleh karena itu, komponen selanjutnya dalam penerapan manajemen pengetahuan ini adalah teknologi; dalam hal ini berkaitan dengan pemanfaatan Teknologi Informasi (TI). Istilah Teknologi Informasi merupakan gabungan dua istilah dasar yaitu teknologi dan informasi. Teknologi dapat diartikan sebagai pelaksanaan ilmu, sinonim dengan ilmu terapan. Bila kita dengan mudah dapat menemukan batasan teknologi, tidaklah demikian halnya dengan batasan informasi. Hampir dapat dipastikan bahwa hampir semua kamus memberikan batasan yang berbeda tentang informasi. Oleh karena itu, secara umum informasi merupakan sesuatu arti yang diungkapkan oleh manusia atau oleh ekstrak dari fakta dan sama dengan cara konvensi yang diketahui dari representasi yang digunakan.
Kemajuan teknologi sangat mempengaruhi banyak aspek dalam manajemen, struktur, dan aktifitas tugas dalam organisasi. Dalam banyak industri, teknologi informasi telah memungkinkan organisasi dalam mentransformasikan secara besar-besaran berbagai aspek operasional organisasi yang membentuk value chain. Mengaplikasikan teknologi dalam produk, computer-aided design and manufacturing (CAD/CAM), otomatisasi pabrik dan logistik, menyebabkan kualitas kinerja lebih baik, dan penurunan biaya yang cukup signifikan telah mengubah standar kompetisi industri dalam memproduksi barang dan jasa. Rockart (1988) menyatakan bahwa TI merupakan senjata strategik, dan mamanfaatkan TI menjadi amat penting.
Suadi (1993) dan juga Sudibyo (1992) menyatakan bahwa dampak teknologi informasi terhadap organisasi, pengguna, dan manusia pendukungnya antara lain adalah meningkatkan efisiensi operasi, mendukung inisiatif strategis, memperluas batas organisasional, mengubah pola kerja, mengubah persyaratan kemampuan individu dalam organisasi, mengubah sifat pengawasan, meningkatkan daya saing, dan mengusahakan platform budaya yang sesuai. Perkembangan dan pengaruh teknologi informasi terhadap organisasi telah mendorong organisasi untuk dapat mengaplikasikan teknologi tersebut, dengan tujuan agar organisasi lebih dapat memperbaiki kinerja, daya tahan dan respon organisasi. Namun demikian tidak ada jaminan keberhasilan dengan aplikasi ini (McFarlan, 1990). Penggunaan teknologi informasi menuntut suatu perencanaan yang memadai yang menjamin tujuan strategis dan menuntut adanya perubahan organisasi yang memungkinkan integrasi sitem.
Teknologi informasi dapat digunakan untuk mengkoordinasi secara efektif diantara unit bisnis. Pengaplikasian teknologi informasi untuk mengkoordinasi diantara unit bisnis di dalam organisasi besar dapat meningkatkan corporate portofolio management. Adapun tujuan strategik koordinasi tersebut yaitu memperbaiki sinergi diantara unit bisnis, sehingga mengakibatkan total produktivitas dan keuntungan bagi setiap unit bisnis bertambah besar. Ketiga, batas organisasi. Teknologi informasi dapat memberi kemudahan dalam memperbaiki pemrosesan transaksi antar organisasi dan mendukung negosiasi dan partnership antar organisasi, menghubungkan dengan suppliers, customers dan bahkan rekanan organisasi. Dengan menyediakan jasa pemrosesan data, pelaporan dan transaksi ke customers dan suppliers, suatu organisasi menjadi “electronically bound” bagi mereka. Aplikasi ini meliputi konsep just in time. Tenologi informasi yang baru juga membantu aliansi strategis diantara organisasi, yang memudahkan joint marketing campaigns diadakan oleh organisasi dalam industri yang berbeda (McFarlan, 1990). Keempat, produk baru. Organisasi yang memiliki slack dalam kemampuan sistem informasinya (manusia dan mesin) dikenalkan organisasi baru dengan menjual kelebihan kemampuan pemrosesan dan informasi. Skala ekonomi dalam sistem informasi dan nilai kerusakan secara cepat dari informasi memotivasi jenis ini untuk diversifikasi. Sebagai contoh, JC Penney dan Sears menyediakan pemrosesan kartu kredit bagi organisasi lainnya.
Aplikasi dalam bidang yang lain adalah dalam desain organisasi. Dalam bidang ini, teknologi informasi mampu mengubah atau menciptakan struktur organisasi baru dan proses manajemen yang lebih responsif, fleksibel dan efisien. Dalam penentuan suatu pabrik, teknologi dapat digunakan dalam pengendalian yang lebih formal atas pekerjaan unit desentralisasi melalui implementasi prosedur pengecualian.
Knowledge Management dalam Perpustakaan Perguruan Tinggi
Perguruan tinggi adalah tempat kumpulan orang berinteraksi dan bersinergi untuk menimba, berbagi, menerapkan dan mengembangkan ilmu. Keseluruhan aktivitas ini berkaitan dan diperlukan untuk perkembangan ilmu pengetahuan. Kegiatan tersebut dikenal sebagai Tridharma perguruan tinggi, yaitu pembelajaran, penelitian, dan pengabdian pada masyarakat. Sengaja pengabdian pada masyarakat dimasukkan juga disini, karena kegiatan ini pun diperlukan untuk menguji dan memberi masukan pada pengembangan ilmu pengetahuan yang bersangkutan, disamping fungsinya untuk menjembatani perguruan tinggi dengan masyarakat.
Dalam melakukan kegiatannya tersebut, civitas academica perguruan tinggi beroperasi di dalam lingkungan internal dan eksternal, mikro dan makro. Yang akan disorot disini adalah kemajuan pesar ICT atau TKI (Teknologi Komunikasi dan Informasi) dan budaya materialism. Alasannya TKI (termasuk didalamnya fasilitas internet) mempercepat siklus pengetahuan lintas dan multi disiplin. Sementara itu sedikit banyak mempengaruhi secara negarif kegiatan dan mutu perkembangan ilmu pengetahuan di perguruan tinggi.
Sebuah perguruan tinggi harus menyadari bahwa informasi bukan lagi hanya milik dosen atau salah satu atau dua orang ahli atau perpustakaan. Dosen bukan satu-satunya sumber informasi bagi mahasiswanya. Dosen pun bisa kewalahan dengan kemajuan ilmu pengetahuan. Dengan demikian, kegiatan pembelajaran yang berpusat pada dosen menjadi tidak sesuai lagi dengan zaman. Mahasiswa harus diberi peluang untuk memainkan peranan lebih aktif dalam dalam proses pembelajaran, termasuk dalam menentukan sumber-sumber informasinya dan mengemukakan pendapatnya. Pembelajaran secara kolaboratif juga perlu digalakkan. Dengan cara inilah, mahasiswa yang mencernakan sumber informasi yang berbeda-beda bisa saling berbagi pengetahuan dan memperkaya diri.
Karena itulah maka diperguruan tinggi mulai dipraktekkan student Centered learning, resource-based learning, problem-based learning, collaborative learning, constructive learning, competence based curriculum. Persamaan dari semua istilah ini adalah bahwa fokusnya ke pembelajaran dan peranan dosen dalam hal ini lebih sebagai fasilitator yang memfasilitasi mahasiswa untuk belajar secara kolaboratif dan aktif dengan menggunakan banyak sumber, termasuk yang terdapat di luar fakultasnya dan/atau diluar bidang ilmu yang sedang digeluti.
Peranan Perpustakaan Perguruan Tinggi dalam Siklus Pengetahuan
Menanggapi perkembangan tersebut, perpustakaan perguruan tinggi mau tidak mau harus berubah, kalau tidak akan ditinggalkan oleh penggunanya. Perpustakaan perguruan tinggi harus memainkan peranan aktif dan penting dalam siklus pengetahuan civitas academica, yaitu :
0. Memperluas cakupan kegiatannya dari manajemen informasi menjadi manajemen pengetahuan
0. Lebih berfokus pada penawaran keahlian untuk memperlengkapi pengguna agar dapat belajar terus-menerus, daripada penawaran akses informasi.
1. Manajemen Pengetahuan
Manajemen pengetahuan meliputi keseluruhan siklus pengetahuan, yaitu mulai dari penciptaan, perekaman dan organisasi, penyebaran, akses dan pengunaan, dan dilanjutkan dengan penciptaan kembali pengetahuan, dan seterusnya. Selama ini perpustakaan lebih banyak berfokus pada penyediaan akses dan penyebaran informasi. Disamping itu, perpustakaan selama ini lebih memperhatikan pengetahuan yang sudah terekam di luar pikiran penciptanya. Padahal banyak pengetahuan yang masih dalam kepala orang (dan belum pernah direkam dalam sumber-sumber informasi yang umumnya dikelola oleh perpustakaan selama ini).
Untuk dapat berpartisipasi aktif dalam siklus pengetahuan, dan mengelola pengetahuan yang explicit maupun tacit, perpustakaan harus menjadi mitra bagi pengguna, menjadikan pengguna sebagai mitra, dan melayani mereka sebagai anggota jaringan. Disamping itu, perpustakaan harus menyediakan fasilitas yang memudahkan terjadinya keseluruhan proses pengetahuan. Dengan demikian, perpustakaan bisa membantu, para pengguna berkolaborasi menjadi manajer-manajer pengetahuan.
@. Menjadi Mitra Bagi Pengguna
Pengguna perpustakaan perguruan tinggi adalah orang-orang yang tugasnya mengajar, belajar dan melakukan penelitian. Untuk itu mereka harus membuat rancangan, pembelajaran suatu matakuliah, membuat bahan ajar, memberikan pada mahasiswa; membuat rancangan penelitian, mengembangkan alat penelitian, mengumpulkan data, menulis laporan penelitian; belajar membuat tugas kuliah; mencari sponsor penelitian, sponsor kuliah; dan lain sebagainya. Pustakawan harus menjadi mitra mereka dalam tugas-tugas tersebut. Bruce (2001) mengelompokkan kemitraan antara pustakawan dan dosen ke dalam empat bidang, yaitu kebijakan, penelitian, kurikulum, supervise tingkat tinggi, dan pengembangan akademik.
Menjadi Mitra artinya, pustakawan harus turut mengambil bagian yang penting dalam kegiatan tesebut. Dengan demikian, pustakawan bukan sekedar mencarikan informasi dan member bantuan teknis demi peningkatan mutu kegiatan yang bersangkutan dan juga mutu perguruan tinggi.
Ada tiga alasan untuk menjadikan pustakawan sebagai mitra bagi pengguna perpustakaan. Karena posisinya dipusat ilmu (bukanlah perpustakaan merupakan tempat pengetahuan disegala bidang ilmu terkumpul), pustakawan secara relatif mempunyai kesempatan yang lebih banyak untuk melihat secara lintas unit dan lintas disiplin. Menjadi mitra, pustakawan akan memperoleh banyak kesempatan untuk melakukan cross-breending maupun multi inter-disiplin. Pengalaman ini juga akan meningkatkan mutu pustakawan yang pada akhirnya akan memberikan keuntungan yang lebih banyak bagi penguna.
Untuk dapat menjadi mitra, pustakawan harus menunjukkan kemampuan akademik yang sekurang-kurangnya sama dengan (tetapi sebaiknya lebih dari) dosen dan peneliti, apalagi mahasiswa. Kalau tidak, bagaimana mereka mau mempercayai pustakawan untuk dijadikan sebagai mitra. Bukan hanya itu, alasan yang utama adalah karena penanganan informasi ilmiah adalah jauh lebih dari sekedar stamping books, dan memang mutlak memerlukan penanganan orang-orang yang mempunyai kemampuan akademik. Pustakawan harus minimum S1, mempunyai latar belakang ilmu lain disamping keperpustakaan, mempunyai kemampuan dan pengalaman meneliti dan menulis ilmiah, mengerti kurikulum dan penelitian dari perspektif intra-maupun inter-disiplin, maupun memanfaatkan ICT lebih dari pengguna, mempunyai publikasi diluar bidang keperpustakaan, dan lain sebagainya.
@. Menjadikan Pengguna Mitra dalam Pekerjaan Perpustakaan
Hal ini merupakan konsekuensi logis dari karateristik pengguna perpustakaan perguruan tinggi yang adalah konsumen sekaligus produsen informasi ilmiah. Untuk karateristik pengguna seperti ini, sistem yang sesuai (efektif dan ekonomis) adalah sifatnya, “Dari Anda untuk Anda”. Apalagi setiap mereka adalah bagian dari jaringan yang mungkin berbeda-beda. Kalau mereka tidak dilibatkan dalam kegiatan perpustakaan memfasilitasi proses pengetahuan, perpustakaan akan menjadi sistem lemah (miskin) dan out of touch.
@. Melayani Individu atau Kelompok Sebagai Anggota Jaringan
Kemajuan ICT memudahkan dan mendorong terjadinya kolaborasi diantara orang-orang dan kelompok-kelompok yang tidak saling kenal dan dipisahkan oleh jarak dan waktu. Karena itu, supaya efektif dan efisien, perpustakaan harus memandang pengguna dan membantu mereka melakukan pengelolaan pengetahuannya dalam konteks jaringan. Konsekuensinya, perpustakaan perlu menyediakan fasilitas untuk mereka terhubung, berbagi pengetahuan dan berkolaborasi, dengan orang-orang di dalam dan luar kelompoknya.
@. Fasilitas Manajemen Pengetahuan
Dibandingkan dengan internet, fasilitas perpustakaan perguruan tinggi yang ada saat ini masih jauh dari memadai untuk menghadapi tantangan tersebut diatas. Dengan fasilitas yang demikian, perpustakaan tidak bisa berperan penting. Perpustakaan bahkan akan cenderung diabaikan.
Untuk menjalankan fungsi baru tersebut diatas, perpustakaan perlu mengembangakan
fasilitas yang lebih baik dari sekedar perpustakaan digital, yaitu perpustakaan digital dengan fasilitas untuk :
1. Menghubungkan orang-orang yang bekerja dengan topic yang sama atau serupa. Untuk itu perlu dibuat fasilitas penghubung dengan para ahli yang ada didalam dan luar kampus, database ahli, dan fasilitas diskusi melalui milis, dan konsultasi on-line atau lewat e-mail.
2. Menghubungkan orang dengan informasi, yang terdapat di dalam dan luar kampus. Disamping pangkalan data local, perpustakaan juga harus menyediakan links dengan sumber-sumber di luar.
3. Merekam (capture) jalannya dan hasil pertemuan (termasuk rapat, seminar, kuliah dan sebagainya)
4. Mempublikasikan dalam berbagai format (untuk ini diperlukan software untuk video editing, web development, dan lain sebagainya)
5. Meng’upload’ file multiformat bahkan sejak draft pertama, dan mendiskusikan karya yang di’upload’ tersebut.
6. Membuat perpustakaan digital pribadi, yaitu dengan fasilitas untuk membuat link dengan sumber-sumber di dalam dan luar perpustakaan menurut kata-kata kunci dan hubungan antar kata kunci tersebut, yang ditentukan oleh pengguna sendiri.
7. Membuat modul-modul untuk training literacy skills secara on-line maupun off-line
Fasilitas-fasilitas tersebut sebaiknya juga terintegrasi dengan modul kurikulum atau course management. Dengan demikian, perpustakaan menjadi terintegrasi dengan kegiatan penggunanya. Hal ini pada akhirnya akan meningkatkan kebutuhan, kepuasan, dan kepercayaan pengguna dan akan perpustakaan serta kemitraan diantara mereka.
2. Keahlian Melek Informasi dalam Konteks Manajemen Pengetahuan
Seperti telah disebutkan diatas, kemajuan TKI dan ledakan informasi membuat pengguna kewalahan menghadapinya. Untuk mengatasi ini, pengguna perlu diperlengkapi dengan keterampilan informasi (Information Literacy) dalam konteks siklus pengetahuan. Information Literacy juga merupakan prasyarat untuk penciptaan pengetahuan baru.
Melek informasi (information literacy) adalah serangkaian kemampuan untuk menyadari kebutuhan informasi dan kapan informasi dibutuhkan, mengidentifikasi dan menemukan lokasi informasi yang dibutuhkan, memanfaatkannya secara etis, dan mengkomunikasikannya secara efektif. Kemampuan ini juga meliputi keterampilan TKI. Secara rinci, melek informasi meliputi kemampuan untuk :
@. Mengetahui kapan informasi dibutuhkan
@. Menyadari informasi yang dibutuhkan
@. Mengidentifikasi sumber informasi
@. Menemukan lokasi informasi secara efektif dan efisien
@. Mengakses informasi secara efektif dan efisien
@. Mengevaluasi informasi secara kritis
@. Mengorganisasikan dan mengintegrasikan informasi kedalam pengetahuan yang ada
@. Menggunakan informasi secara etis dan legal
@. Mengkomunikasikan informasi
@. Melakukan semua kegiatan tersebut secara efektif.
Dalam konteks manajemen pengetahuan, keterampilan informasi ini bisa dikemas dalam berbagai keterampilan :
Penciptaan Pengetahuan.
Untuk membantu penciptaan pengetahuan, perpustakaan bisa memperlengkapi para dosen dan mahasiswa dengan metodelogi penelitian: mulai dari mencari cara menemukan dan merumuskan masalah dengan tingkat orisinilitas yang tinggi beserta alasannya (teoritis, praktis dan/atau metodologis), membuat kerangka pemikiran yang dapat membantu peneliti melihat permasalahannya dengan jelas, membuat rancangan penelitian, mengumpulkan dan menganalisa data.
Perekaman dan Organisasi Pengetahuan
Yang dibutuhkan disini adalah keterampilan menulis, yaitu untuk menulis dengan jelas, logis, akurat, koherens; untuk mengutip dari berbagai sumber dan membuat daftar pustaka menurut berbagai standard; dan penggunaan berbagai software dan fasilitas didalamnya.
Penyebaran
Perpustakaan dalam hal ini bisa mengajarkan, antara lain, persyaratan publikasi kertas maupun elektronik, cara meng’upload’ file dan sebagainya. Keterampilan untuk melakukan presentasi lisan, menggunakan fasilitas komunikasi seperti e-mail, dan juga membantu peningkatan kemampuan untuk penyebaran pengetahuan.
Akses
Keahlian yang bisa diajarkan disini adalah tentang berbagai sumber informasi baik kelebihan maupun kekurangan, juga topik mengenai tahap-tahap mencari informasi menurut Kuhltau misalnya (initiation, selection, exploration, formulation, collection dan presentation) dan apa yang harus dilakukan disetiap tahap ini sehubungan dengan perbedaan kadar kebingungan dan kecemasan.
Pustakawan perlu menyadari bahwa pengguna informasi dapat dikelompokkan de dalam beberapa tingkat, dan keterampilan informasi diajarkan selain untuk meningkatkan peringkat pengguna, dan informasi yang sedikit atau banyak yang diperoleh mereka adalah informasi yang bermutu.
Pengguna Informasi
Keahlian yang bisa diajarkan disini adalah tentang berbagai sumber informasi, kelebihan dan kekurangannya, membaca kritis, membuat ringkasan dan lain sebagainya.
Strategi Meningkatkan Keterampilan Informasi
Keterampilan informasi yang bisa dilakukan dengan berbagai cara : Training on site, online maupun offline; terintegrasi maupun terlepas dari pembelajaran satu atau beberapa disiplin ilme. Yang terpenting perpustakaan harus berusaha memperjuangkan agar keterampilan informasi masuk dalam kurikulum.
Perspektif Pustakawan
Mencermati kondisi pustakawan dalam memberikan layanan perpustakaan dan infromasi melalui pengamatan dan berbagai diskusi, ada dua faktor sebagai alasan untuk mengatakan, bahwa citra pustakawan belumlah menggembirakan antara lain faktor internal dan faktor eksternal.
Ditinjau dari faktor internal antara lain (1) pustakawan masih berkutat pada pelayanan konvensional dengan menggunakan sistem layanan tradisional (2) masih rendahnya kualitas sumber daya manusia/pustakawan, baik dari kualitas teknis maupun kualitas fungsional. Dari segi kualitas teknis pustakawan banyak dijumpai pustakawan yang belum memiliki kemampuan teknis berkomunikasi, manajerial, penguasaaan teknologi informasi dan bahasa asing. Dari segi kualitas fungsional meliputi dimensi kontak dengan pemakai, sikap, perilaku, hubungan internal pustakawan (3) terbatasnya sarana penelusuran yang tersedia dalam bentuk abstrak, isi buku, teks penuh (fulltext) atau dalam bentuk review. Sedangkan masalah eksternal antara lain (1) Perpustakaan belum memiliki komitmen dalam mengembangkan pustakawan sehingga pemberdayaan perpustakaan diseluruh Indonesia mengalai kesulitan. (2) masih rendahnya jiwa kemandirian (entrepreneurship).
Mencermati perkembangan manajemen pustakawan dan kaitannya dengan kompetensi pustakawan menurut Hakrisyati Kamil (2005) bahwa pustakawan Indonesia pada umumnya memiliki keterbatasan antara lain : (1) kurang memiliki pengetahuan bisnis (2) pustakawan tidak memikili kemampuan untuk bergerak secara bersamaan dalam ruang lingkup informasi, organisasi dan sasaran organisasi (3) Kemampuan kerjasama sebagai dalam kelompok dan juga kepemimpinannya tidak memadai untuk posisi strategis dan (4) kurang memiliki kemampuan manajerial.
Dalam lingkungan organisasi perpustakaan manajemen pustakawan dilihat sebagai komunikasi ilmiah dan proses penyampaian informasi harus diberi nilai tambah dengan mengorganisasikan pengetahuan yang diciptakan dan dikemas diluar perpustakaan. Perpustakaan harus dijadikan penerbit pengetahuan bagi masyarakat pengguna. Pertama, pustakawan berperan sebagai fasilitator utama dalam berbagai pengetahuan, dengan menciptakan budaya dan memelihara infrastruktur yang diperlukan untuk mengoperasikan manajemen pengetahuan. Kedua, pustakawan berperan dalam mengambil manfaat dari konsep manajemen pengetahuan dengan tujuan untuk meningkatkan kinerja perpustakaan. Manajemen pengetahuan dapat dijadikan sebagai pemicu agar pustakawan lebih inovatif dan kreatif dalam menyiasati sakupan elektronik yang harus dicakup dalam konsep perpustakaan elektronik yang telah dikembangkannya selama ini. Masih banyak muatan pengetahuan eksplisit yang belum tersedia dalam bentuk elektronik yang sesungguhnya dibutuhkan oleh para pengguna perpustakaan.
Ketiga, pustakawan juga harus berupaya mengidentifikasi pengetahuan eksplisit dan mengembangkan sistem yang diperlukan untuk menanganinya dengan mengembangkan pengetahuan tak terstruktur (tacit) Keempat, pustakawan harus segera mengambil prakarsa untuk mengeksplorasi potensi informasi dan pengetahuan yang terdapat dilingkungannya masing-masing dan mengembangkan system untuk penanganannya, termasuk penyiapan sumber daya manusia, organisasi, infrastruktur teknologi informasi, dan infrastruktur hukum yang diperlukan untuk itu.
Solusi yang harus dipenuhi terhadap pustakawan dalam memberdayakanpengetahuan antara lain : Pertama, pustakawan harus dapat meningkatkan kemampuan dalam teknologi informasi yang memadai. Kedua, mengembangkan komunikasi ilmiah (science communication) bagi sesama pustakawan. Ketiga, menumbuhkan jiwa kewirausahaan (entreprenuership) dan core bisnis. Keempat, pustakawan diharapkan mampu meningkatkan kompetensi manajerial dan kepemimpinan berbasis informasi.
PENUTUP
Manajemen pengetahuan menjajikan suatu perubahan yang berfokus pada pengembangan dan penggunaan teknologi informasi untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas suatu organisasi. Manajemen pengetahuan menawarkan suatu peluang bagi profesional informasi dan perpustakaan untuk menjadikan diri mereka relevan terhadap tuntutan jaman. Walaupun masih banyak masalah di sekitar manajemen pengetahuan, tetapi konsep yang ditawarkannya dapat dijadikan sebagai titik tolak bagi pustakawan untuk lebih berperan secara substansial dalam menyediakan seluruh pelayanan informasi dan pengetahuan bagi pengguna perpustakaan. Pustakawan harus segera mengambil prakarsa untuk mengeksplorasi potensi informasi dan pengetahuan yang terdapat di lingkungannya masing-masing dan mengembangkan sistem untuk penanganannya, termasuk penyiapan sumber daya manusia, organisasi, infrastruktur teknologi informasi, dan infrastruktur hukum yang diperlukan.
Uraian KM dan information literacy tersebut mengisyaratkan bahwa peranan pustakawan perguruan tinggi harus berubah fokusnya dari sebagai penyedia akses ke fasilitator KM dan peningkatan information literacy para civitas academica. Sedapat mungkin, pekerjaan rutin dan teknis dipermudah dengan bantuan TKI
Pustakawan harus mempersenjatai diri dengan keahlian mengelola pengguna dalam jaringan, karena hanya dengan berkolaborasi maka perpustakaan dan pengguna mampu memegang kendali dalam menghadapi percepatan perkembangan pengetahuan. Pustakawan juga harus mempunyai kemampuan penulisan ilmiah serta mengajar dan member konsultasi di bidang KM dengan information literacy (misalnya: penelitian, membaca dan menulis kritis)

Posted in Knowledge managemen | 1 Comment

KNOWLEDGE INTEGRATION DALAM PRAKTEK PELAYANAN KESEHATAN

contoh singkat tentang bagaimana sebuah artefak, daftar pasien, diproduksi dan digunakan di rumah sakit.
Daftar Pasien

Catatan medis mengambil banyak bentuk. Informasi
catatan pasien elektronik, klinis-sistem tertentu,
dan sistem lain sering dicetak di atas kertas
dan disalin untuk menjadi yang dapat digunakan dalam pekerjaan sehari-hari.

Daftar pasien merangkum informasi tentang diagnosis pasien, jenis perawatan, dan laporan, informasi terakhir yang mungkin relevan untuk perawat. Ini adalah alat untuk perencanaan, koordinasi, mendistribusikan, mendelegasikan, dan berkomunikasi diantara para perawat

Daftar baru dipasang pada setiap malam pada saat para perawat berjaga. Sebuah salinan daftar pasien diberikan kepada semua perawat pada awal jaga. Selama berjaga mereka, para perawat menggunakan daftar pasien untuk merekam informasi mengenai hal-hal yang terjadi terhadap pasien yang mereka jaga beserta perubahan-perubahan.

Gambar 4

Gambar 4 Contoh Daftar Pasien

Setelah berjaga, untuk penyerahan tugas dan informasi, harus diadakan rapat untuk serah terima tugas antara perawat yang sudah selesai berjaga dengan perawat yang akan memulai berjaga. Perawat aktif menggunakan daftar Pasien selama pertemuan ini (kadang-kadang didukung oleh dokumen-dokumen lainnya). Perawat yang menyelesaikan tugas jaganya menggunakan daftar pasien sebagai referensi. Perawat yang mulai berjaga mencatat apa yang disampaikan oleh perawat yang selesai berjaga. Semua pasien di bangsal dilaporkan oleh perawat dan perawat memiliki informasi tentang pasien.

Seluruh perawat memiliki informasi tentang pasien dan selanjutnya daftar digunakan sebagai titik acuan pada saat diskusi, pertemuan, dan seterusnya

Membangun Pengetahuan dengan Daftar Pasien

Daftar pasien itu sendiri tampaknya agak miskin representasi pasien. Hal ini dikumpulkan dari segudang yang berbeda, lebih banyak representasi. Apakah kita harus membangun representasi ini ke dalam daftar pasien? Selama malam berjaga, sebuah program perangkat lunak merakit daftar. Program ini bertugas untuk memberikan informasi kepada para perawat. Hal ini menentukan informasi apa saja yang diberikan oleh perawat. Namun, membutuhkan beberapa form yang harus diisi.

Setelah perawat telah menyediakan perangkat lunak dengan informasi yang diperlukan, daftar pasien dikumpulkan. Pengetahuan adalah dalam pengertian ini didistribusikan antara perawat, perangkat lunak, dan daftar pasien. Apa itu kemudian yang menentukan informasi apa yang diekstraksi dari representasi yang berbeda? Apakah bidang yang disediakan oleh perangkat lunak? Apakah para perawat yang menentukan apa yang terjadi dalam bidang ini? Ada saling mempengaruhi antara para perawat dan perangkat lunak: di efek, sebuah proses integrasi.

Perawat berfluktuasi antara pasien melihat sekilas ke catatan, bertanya kolega, dan memorising. Dalam pengertian ini, mengisi formulir adalah proses mereka-reka (mencari, menggabungkan, mengurangi, dan menulis ke bawah). Lebih jauh lagi, apa yang akhirnya menjadi terukir ke dalam daftar pasien didasarkan pada diundangkan proses berdasarkan representasi pengetahuan yang berbeda.

Menurut Ellingsen dan Monteiro (2003), di pengetahuan rendering kredibel, relevan, dan dapat dipercaya, representasi pengetahuan harus diundangkan. Merekonstruksi Arti by Telling Cerita dan Beredar Dalam pertemuan briefing, pelaporan perawat (disertai oleh daftar pasien) itu sendiri menyoroti bagian-bagian tertentu dari apa yang telah terjadi selama mereka berjaga.

Laporan mengambil bentuk sebagai sebuah cerita, terstruktur oleh daftar dan yang diceritakan oleh perawat. Cerita, daftar pasien dibuat ulang oleh perawat, bertindak sebagai repositori akumulasi kebijaksanaan, dan itu memungkinkan orang untuk melacak urutan perilaku dan kebijaksanaan mereka (Brown & Duguid, 1991; Orr, 1996). Bercerita dengan demikian berfungsi sebagai sebuah mekanisme untuk mengintegrasikan pengetahuan. Selain itu, cerita-cerita tidak hanya berbagi dalam pertemuan briefing, tapi sebagian berbentuk dengan cara daftar pasien, sebagian dengan cara pertemuan perawat dan sebagainya. Sirkulasi juga dapat dilihat sebagai cara daftar pasien perjalanan sebagai template di antara para perawat. Daftar mudah meniru dan dengan demikian mudah beredar. Dengan cara ini, knowledge mengenai keperawatan yang tertuang didalam daftar pasien dapat terdistribusi dan terdokumentasi dengan baik

Sociotechnical Interaksi
Pada bagian akhir analisis ini, kita melihat lebih dekat ke dalam rincian daftar (lihat Gambar 4). Apa kita mengetahui mengenai daftar pasien? Dengan melihat daftar pasien secara sekilas, perawat dapat melihat kamar dan tempat tidur yang tersedia. Dalam gambar, daftar mengatakan kepada kita bahwa Bed 1 di Room Jumlah 10 adalah tersedia. Selanjutnya, daftar tidak memberikan informasi mengenai diagnosa terhadap Petter, tetapi memberitahu kita bahwa ia sedang menunggu untuk pemeriksaan. Untuk Lise Nordvik, situasi lebih jelas: Daftar bercerita mengenai diagnosis dan bahwa pasien dirawat di rumah sakit untuk observasi.

Cara perawat berinteraksi dengan daftar pasien mengatur dan mengkoordinasikan tindakan yang dapat diambil. Sebagai contoh, seorang pasien baru harus ditempatkan pada Bed 1 di Kamar 10. Daftar menceritakan apa-apa tentang Petter’s diagnosis. Perawat mungkin ingin berkonsultasi dengan dokter sebelum memberinya obat. Daftar pasien memberitahu perawat Lise yang sudah ada di sini sebelum dan bahwa pasien ini tahu perjalanan sekitar, tetapi bahwa perawat harus mengawasi secara teratur. Ketiga kasus menunjukkan bahwa interaksi tidak hanya terjadi antara orang-orang yang ditengahi oleh artefak.

Sebaliknya, interaksi seringkali dapat diidentifikasi sebagai sesuatu yang terjadi antara manusia dan artefak. Artefak dan manusia memiliki pengetahuan tentang berbagai aspek bangsal dan pasien, dan ini dalam interaksi bahwa pengetahuan ini menjadi berguna. Aksi adalah hasil antara sosial dan materi, dan integrasi tidak diamati dalam dirinya sendiri, hanya hasil praktek.

KESIMPULAN

Artikel ini membahas konsep pengetahuan integrasi. Pada artikel ini telah dijelaskan bagaimana praktik berbasis perspektif memberikan perpanjangan dari karya pengetahuan integrasi oleh Grant (1996). Dalam pendekatan practice based, kami telah menekankan peran artefak tidak hanya sebagai mediator tindakan manusia, tetapi sebagai peran aktif terhadap peserta dalam membentuk tindakan yang sama.

Dengan menyediakan contoh dari perawatan kesehatan pasien, daftar, A 4-format template yang dibuat oleh perawat dan digunakan dalam pengaturan yang berbeda di bangsal rumah sakit, kita telah menyoroti relasional saling mempengaruhi antara artefak dan manusia dalam pekerjaan. Mereka-reka, memberlakukan, cerita, sirkulasi, dan interaksi sociotechnical telah diidentifikasi sebagai mekanisme untuk mengintegrasikan pengetahuan. Kontribusi utama dari artikel ini adalah proposal praktik berbasis pengetahuan perspektif integrasi

dimana spesialisasi, seperti yang secara tradisional yang terletak hanya dalam manusia, ditantang untuk dikeluarkan. Kami telah menekankan perlu untuk melihat melampaui aspek representasional murni dan juga mengurus peran interaktif pengaturan nyata (e.g., kertas).

Hal ini penting untuk menjadi eksplisit peran artefak dalam prestasi kerja karena memainkan bagian yang sangat penting dalam pemahaman kita tentang kolaborasi dan bekerja. Ketika kami telah menunjukkan, yang daftar pasien memainkan peran aktif dalam penyusunan dan koordinasi kerja Terlebih lagi, kertas sendiri menyediakan dukungan yang signifikan untuk mendukung kolaborasi bekerja: Ia dapat membantu kita memperoleh pengetahuan tentang bagaimana teknologi mungkin lebih baik dirancang.

Kesehatan perawatan, misalnya, setiap gerakan untuk memperkenalkan IT beserta dampak yang dihasilkan dari pemanfaatan IT tersebut, jadi jika kita tidak memiliki pemahaman yang mendalam dalam kompleksitas dalam prestasi pekerjaan itu, kita tidak akan dapat merancang sistem yang efektif yang akan sesuai dengan pekerjaan. Secara tradisional, ketika menentukan persyaratan untuk sistem manajemen pengetahuan, wawancara konvensional teknik yang digunakan untuk menggambarkan pekerjaan yang sudah ada pengaturan. Dengan kata lain, kerja ditentukan sebagaimana disajikan oleh pekerja manusia. Masalahnya kemudian adalah bahwa mereka (pekerja manusia) tidak menyadarinya artefak peran interaktif dalam melakukan pekerjaan.

Sebagai artefak tidak berbicara kembali, wawancara konvensional teknik harus dilengkapi dengan tambahan etnografi teknologi teknik untuk mengaktifkan desainer untuk melihat di luar aspek representasional murni pengaturan yang nyata.

Namun, teknologi desainer tidak memiliki kompetensi profesional ahli etnografi, jadi ada kebutuhan untuk menyediakan mereka dengan panduan untuk menyederhanakan upaya diperlukan. Permasalahan lain yang secara alami muncul dari artikel ini adalah pemahaman tentang bagaimana pengguna sendiri sebenarnya desain praktik kerja mereka sendiri dalam penggunaan artefak. Sebagai contoh, dalam perawatan kesehatan, organisasi keputusan apa jenis umum sistem informasi menerapkan telah dibuat (misalnya, elektronik catatan pasien, gambar arsip dan sistem komunikasi, dll).

Dengan demikian, penelitian masa depan perlu mengurus penjinakan teknologi, yaitu, bagaimana secara efektif mengintegrasikannya ke dalam lingkungan kerja yang berbeda. Ini berarti tidak hanya pemahaman tentang bagaimana kebutuhan teknologi akan dirancang, tetapi juga tentang bagaimana pengaturan kerja yang ada perlu disesuaikan.

Posted in Knowledge managemen | 6 Comments

Design and Evaluation of a Knowledge Management System

Untuk bersaing dalam pengetahuan-sentris, organisasi di seluruh dunia telah melakukan berbagai inisiatif untuk mengelola, namun yang paling penting aset-knowledge volatile, Pada artikel ini, kita akan membahas manajemen pengetahuan (KM) sebagai sistematis dan proses organisasi untuk mempertahankan, pengorganisasian dan memperbarui pengetahuan. penting bagi kinerja individu dan organisasi competitiveness. Kita dapat menggambarkan keseluruhan pendekatan sebagai kodifikasi.

Pada dasarnya, arsitektur sistem kami terdiri sebuah pelajaran-belajar pengetahuan repositori, kasus repositori, direktori organisasi, komunikasi dan lapisan distribusi, seperangkat pengetahuan umum manajemen fungsi. Sesuai dengan praktek yang ada,
pengetahuan kita terstruktur dalam sistem bukannya kasus penempatan dalam produk
kualitas desain atau proses pemeriksaan. Pelajaran-belajar pengetahuan repositori
divalidasi mengandung pengetahuan, sedangkan Repositori menyimpan kasus sebelumnya ditolak kasus atau mereka yang menjalani validasi. Sebuah kasus di repositori baik mencakup masalah atau fenomena deskripsi, analisis, komentar, dan rekomendasi untuk perawatan, serta kontributor ‘kontak informasi. Direktori organisasi berisi struktur organisasi, individu-individu profil dan informasi kontak, dan nama-nama domain pakar dalam berbagai daerah. Sistem ini juga memiliki komunikasi dan distribusi terintegrasi dengan lapisan Lotus Notes sudah ada email dan groupware sistem. Lapisan ini sangat penting untuk penciptaan pengetahuan dan update dan menawarkan pengguna nyaman akses ke kedua repositori.

Status sistem dan evaluasi

Sistem menjadi operasional pada bulan April2001. Segera setelah sistem tersedia, perusahaan departemen IS disediakan pelatihan pengguna di seluruh organisasi.Pada Desember 2001, karyawan telah menciptakan total 1.204 kasus. Produksi, penelitian
dan pengembangan, rekayasa proses, peralatan teknik, dan kualitas departemen jaminan yang paling aktif dalam penciptaan pengetahuan dan memperbarui, dan sistem menggunakan. The turnaround time untuk pengetahuan penciptaan adalah sekitar lima hari, peningkatan yang signifikan dari sebelumnya proses manual. Evaluasi kami dibandingkan dengan pengetahuan berbagi dan perbaikan berikutnya produktivitas dan layanan pelanggan sebelum dan setelah sistem ketersediaan. Tujuh puluh delapan karyawan-termasuk manajer, insinyur, dan staf pendukung dari yang disebutkan sebelumnya pengetahuan-intensif departemen – berpartisipasi dalam evaluasi. Mayoritas responden memegang posisi nonmanagerial (85 persen), dan banyak dari mereka telah menduduki mereka saat ini posting untuk lebih dari satu tahun (48 persen). Kami mengukur setiap evaluasi pertanyaan dimensi menggunakan beberapa item didasarkan pada lima poin skala Likert, dengan satu menjadi “sangat tidak setuju” atau “sangat
sering “dan lima yang” sangat setuju “ atau “sangat jarang terjadi.”

KM implikasi dalam rekayasa perangkat lunak

Kesulitan seperti didefinisikan kurang persyaratan staf sering pergantian, dan volatile platform hardware dan software rekayasa perangkat lunak tantangan terus-menerus projects. Tantangan-tantangan ini membutuhkan casebased pendekatan pembelajaran organisasi pelajaran penting dari pengalaman sebelumnya atau muncul requirements.Oleh mencakup proses KM yang mendasar didukung oleh pembelajaran yang efektif dari sebelumnya desain dan praktek, software rekayasa organisasi dapat meningkatkan perencanaan proyek, pelaksanaan, dan kontrol. Seperti diilustrasikan dalam kasus yang dilaporkan, pelaksanaan divalidasi dan dapat diakses sebuah organisasi repositori yang berisi pengetahuan dari berbagai proyek yang dapat mendukung dan meningkatkan proses-proses KM tersebut. Selain menyoroti yang menjanjikan penggunaan IC KM dalam perakitan dan pengujian, ini Penelitian ini juga memiliki beberapa implikasi bagi KM dalam rekayasa perangkat lunak. Khusus, manajemen dukungan, integrasi dengan yang ada infrastruktur teknologi, dan organisasi nilai-nilai budaya yang penciptaan pengetahuan dan berbagi faktor penentu keberhasilan untuk implementasi sistem KM. Mengintegrasikan sebuah sistem KM dengan teknologi yang sudah ada adalah sangat penting, karena akan mengurangi individu ‘waktu belajar dan kognitif sistem angkat beban dan penerimaan dan menggunakan. Sebuah sistem yang mudah digunakan adalah relevan dan mungkin sangat tergantung pada antarmuka dengan pengguna. Temuan-temuan dari wawancara dengan insinyur dan staf pendukung mengusulkan kebutuhan perampingan lebih lanjut masalah-posting prosedur dan untuk presentasi singkat masalah, analisis, dan rekomendasi. Bila didukung oleh sebuah sistem KM yang melembagakan dan mendukung berbagi kritis, tugas-pengetahuan khusus sebelumnya dipertahankan oleh individu, insinyur dan pengembang perangkat lunak, seperti mereka perakitan IC pengujian rekan-rekan, harus dapat merancang dan memberikan sistem yang lebih baik pada kecepatan yang lebih cepat.

Beberapa penelitian arah bernilai melanjutkan penyelidikan. Misalnya, kami belum memeriksa sistem efektivitas biaya. Studi ini menunjukkan sistem efek positif pada pengetahuan berbagi, produktivitas, dan tingkat pelayanan tetapi alamat tidak biaya. Juga menarik adalah pengembangan dan evaluasi sistem serupa dalam konteks rekayasa perangkat lunak, di mana proses dan tahapan proyek biasanya dinamis dan saling terkait, dan pengetahuan validitas adalah sangat penting.

Posted in Knowledge managemen | Comments Off on Design and Evaluation of a Knowledge Management System

Knowledge Management Audit

Setiap organisasi perlu mengembangkan kemampuan atau keunggulan bersaingnya agar dapat bertahan, bersaing dan mempertahankan kelangsungan hidupnya dengan baik. Sumber daya yang dibutuhkan untuk berlangsungnya itu tidak semata-mata dari sumber daya tradisional seperti sumber daya alam, tenaga kerja dan dana, melainkan juga dari sumber daya tanwujud (intangible resources), yaitu pengetahuan (intelectual capital).
Seringkali terjadi dalam organisasi, perusahaan atau lembaga lainnya, bahwa pengetahuan dan keterampilan yang menjadi keunggulan organisasi itu hanya melekat pada (beberapa) individunya saja. Sehingga ketika individu tersebut meninggalkan organisasi, pensiun, maka hilang pula ‘pengetahuan dan keterampilan’ yang menjadi keunggulannya. Untuk itu diperlukan manajemen pengetahuan atau knowledge management.
Untuk memperoleh manfaat sebesar-besarnya dari pengetahuan yang dimiliki dan untuk mengetahui pengetahuan apa yang harus dimiliki, suatu organisasi harus mengelola pengetahuannya melalui knowledge management (KM). Dengan KM secara sadar organisasi mengidentifikasi pengetahuan-pengetahuan yang dimiliki, dan memanfaatkannya untuk meningkatkan kinerja dan menghasilkan inovasi.
Audit manajemen pengetahuan (knowledge management audit) adalah kegiatan memeriksa secara sistematis kualitas pengelolaan pengetahuan di suatu organisasi. Melalui knowledge management audit dapat diperoleh gambaran tentang:
• Pengetahuan yang dimiliki dan dibutuhkan oleh organisasi/unit kerja,
• Kesiapan organisasi dalam memfasilitasi proses pembelajaran, dan
• Kualitas proses-proses pengelolaan pengetahuan (knowledge management).
Dalam hal ini buku “Knowledge Management Audit – Pedoman evaluasi kesiapan organisasi mengelola pengetahuan,” ini layak untuk dibaca dan dijadikan referensi.
Buku ini terdiri dari tujuh Bab, yaitu: (1) Mengapa knowledge management; (2) Memahami pengetahuan, (3) Kerangka kerja knowledge management audit; (4) Audit kualitas pengetahuan; (5) Audit kualitas pembelajaran; (6) Audit kualitas proses knowledge management; (7) Fokus strategi manajemen pengetahuan (knowledge management strategy).
Sekedar mengintip isinya. Pengetahuan (knowledge) diartikan sebagai keseluruhan kognisi dan keterampilan yang digunakan oleh manusia untuk memecahkan masalah. Atau ringkasnya kapasitas untuk melakukan tindakan dengan efektif. Pengetahuan yang dimiliki organisasi bisa terdiri dari: know-that, know-what, know-how, know-why, dan care-why.
Sementara manajemen pengetahuan (knowledge management) sendiri diartikan pengelolaan pengetahuan organisasi untuk menciptakan nilai dan menghasilkan kinerja prima atau keunggulan bersaing.
Sedang knowledge management audit adalah kegiatan memeriksa secara sistematis kualitas pengelolaan pengetahuan di suatu organisasi. Ada tiga komponen audit yang diidentifikasi, yaitu: audit kualitas pengetahuan, audit kualitas pembelajaran, dan audit kualitas proses pengelolaan pengetahuan.
Ketiga komponen itu menjadi dasar untuk perancangan strategi untuk: (a) memperoleh pengetahuan yang dibutuhkan; (b) meningkatkan kesiapan organisasi; (c) meningkatkan efektivitas proses-proses pengelolaan pengetahuan.
Seringkali knowledge management dikaitkan dengan information technology. Namun dari buku ini dapat disimpulkan bahwa tanpa teknologi informasi pun manajemen pengetahuan dapat eksis di berbagai organisasi. Dan, tidak berarti pula dengan adanya teknologi informasi pasti ada manajemen pengetahuan.

Posted in Knowledge managemen | Comments Off on Knowledge Management Audit

Dell in Globalized Economy

Pada bulan Juni 1987, Dell berspekulasi keluar dari Amerika Serikat untuk pertama kalinya dan mulai berbisnis di Inggris. Jurnalis dan para analis berspekulasi bahwa penjualan langsung kepada Pelanggan yang diterapkan Dell mungkin berguna secara efektif di Amerika Serikat, namun tidak di Eropa. Akan tetapi lebih dari 11 operasi internasional telah dibuka dalam periode tahun 1987 – 1991.
Pada tahun 1994, Dell memiliki banyak anak perusahaan internasional di 14 negara, dan menjual serta mendukung produk – produknya ke lebih dari 100 pasar melalui kesepakatan bermitra dengan distributor teknologi.
Tahun 1995, konstruksi dimulai di Asia Pasific Customer Centre (APCC) di Penang, Malaysia. Pada pertengahan tahun 1995, Dell membuka cabang kantornya di 6 negara di wilayahnya. Malaysia menjadi suatu cabang yg memiliki manajemen, penjualan, dan jaringan markerting yang komprehesif yang meliputi Australia, China, Hongkong, India, Indonesia, Korea, Malaysia, New Zealand, The Philippines, Singapore, Taiwan, dan Thailand.
Tahun 1998, Xiamen, pabrik dan pusat servis telah dibuka, kantor pusat regional Dell Asia Pacific tetap beroperasi di Hong Kong. Dell beroperasi melakukan penjualan di setiap cabangnya di 33 negara dan melayani pelanggannya dilebih dari 170 negara dan teritori di seluruh dunia. Bisnis Dell di pasar China telah bertumbuh terus menerus dan penjualan system komputer dilakukan melalui distributor. Xiamen menjadi kota yang berkembang pesat dengan ekonomi yang kuat dan bangunan infrastruktur yang modern.
Tim pelayanan pelanggan Dell dibagi kedalam 3 sekmen:
• Large Corporate Accounts ( LCA ) – Kantor yang memiliki lebih dari 1500 karyawan.
• Preferred Accounts Division ( PAD ) – Kantor dengan karyawan berjumlah 500 – 1500 orang.
• Home and Small Business ( HSB ) – Kantor yang memiliki karyawan kurang dari 500 orang
Dell Asia pasifik telah menargetkan pendapatan di China untuk membentuk sekitar 10 persen dari penjualan global ( mewakili 50 persen dari penjualan di wilayahnya ) pada tahun 2002, membuatnya sebagai pemasok PC terbesar kedua dan mungkin pemasok terbesar bagi LCA.
Pada kuarter keempat tahun 1998, penjualan Dell meningkat 100%, walaupun bertumbuh kecil dari tingkat dasar. Dalam kuarter kedua tahun 1999, catatan tahunan unit Dell bertumbuh sebesar 561%.
CEO Dell menerangkan kondisi dan keadaan bisnis di China, diantara yang terbaik didunia ditengah lambatnya pertumbuhan global pada pertemuan di Beijing hari Kamis.
China telah mengeluarkan suatu rangsangan atau stimulus dalam melakukan pengeluaran besar-besaran dan peluncuran diskon untuk masyarakat pedesaan untuk membeli komputer dan barang elektronik lainnya untuk memacu pertumbuhan.
Limabelas produk Dell, termasuk beberapa model yang dimodifikasi untuk konsumen China, sudah memenuhi syarat untuk mengikuti program subsidi dari negara. Perusahaan melakukan investasi di daerah pedesaan untuk mendukung program dan meningkatkan penjualan, kata Dell.
Michael Dell, Chairman dan Chief Executive perusahaan mendengar bahwa pelanggan ingin sesuatu yang lebih untuk uang yang mereka keluarkan pada kemunduran ekonomi yang terjadi. Dell berkata: “Besarnya tantangan ekonomi global begitu jelas untuk semua orang. Pelanggan dari semua jenis masih memerlukan dan membeli teknologi, namun mereka melakukan hal tersebut dengan menggunakan harga lama dan dalam frekuensi yang lambat, dan mereka ingin menyimpan uangnya ketika mereka membeli serta menggunakan IT. Kami menyederhanakan IT, mengurangi biaya dan memaksimalkan produktivitas bagi pelanggan.”
Perusahaan menyatakan akan fokus pada pemotongan biaya di masa depan, dan karena itu akan ada biaya yang berkaitan dengan pengurangan biaya secara umum yang akan berlanjut, serta persekutuan bisnis lainnya. Menurut pernyataan yang tersedia dan komentar dalam konferensi, pemotongan biaya merupakan suatu cara untuk menghadapi kemunduran dalam pembelanjaan teknologi. Brian Gladden, Kepala keuangan Dell.Inc berkata: “Di lingkungan ini kami akan bersikap sangat agresif terhadap biaya. Ini merupakan suatu tingkat yang dapat kami kontrol.”
Dell menjelaskan dalam pernyataannya: “Mengingat adanya pilihan antara profit dan pertumbuhan, kami akan memilih profit. Kepercayaan kami adalah bahwa dengan adanya perubahan yang kami bangun dalam hal struktur keuangan kami, kami akan dapat mendapatkan kedua hal tersebut.”

Posted in Knowledge managemen | 2 Comments

Marketing Strategy for Enteral Clinical Nutrition Milk Product

Produk Susu Nutrisi Enteral Klinikal. Di bawah bimbingan AGUS MAULANA dan IDQAN FAHMI

Data Retail audit AC Nielsen Desember 2008, menunjukkan bahwa susu nutrisi bubuk untuk dewasa tahun 2008 total penjualannya mencapai sejumlah nilai Rp. 697,86 milyar, yaitu terdiri dari 87,8% susu formula bubuk dewasa reguler dan 12,2 % susu bubuk nutrisi enteral klinikal dewasa. Volume penjualan susu nutrisi enteral klinikal untuk dewasa mengalami pertumbuhan 12% pada tahun 2007, namun di tahun 2008 total penjualannya terjadi penurunan sampai -16%. Susu nutrisi enteral klinikal untuk dewasa masih sangat kecil prosentase penjualannya dibandingkan dengan susu formula bubuk dewasa reguler. Nilai total penjualan tahun 2008 sebesar Rp. 85,14 milyar.
Kesadaran orang Indonesia mengkonsumsi susu masih sangat rendah. Susu masih dianggap sebagai konsumsi anak-anak yang membutuhkan lebih banyak gizi dibandingkan dengan orang dewasa. Data yang dirilis FAO (Food and Agriculture Organization) menunjukkan, pada 2007, angka per kapita konsumsi susu Indonesia hanya di level 9 liter per kapita per tahun. Para influencer yaitu ahli gizi dan dokter yang bekerja di rumah sakit belum menerapkan sepenuhnya konsep pemberian nutrisi untuk pasiennya. Hal ini terbukti dari volume penjualan susu nutrisi enteral klinikal yang masih rendah dibandingkan dengan jumlah pasien malnutrisi di rumah sakit. Sejak pertama dipasarkan, susu nutrisi enteral klinikal hanya dipasarkan melalui one on one presentation yang disampaikan melalui tenaga pemasaran (medical representatives) dari produsennya yang ditujukan kepada tenaga profesional kesehatan yang berada di rumah sakit atau pusat-pusat kesehatan
Susu Nutrisi Enteral Klinikal didefinisikan sebagai makanan suplemen yang diberikan melewati saluran pencernaan melalui mulut (oral) atau melalui tube feeding (sonde/selang) dimana mengantarkan nutrisi yang masuk kedalamnya (Heimburger, 2008). Orang yang mendapatkan susu nutrisi enteral klinikal diindikasikan adanya kekawatiran mempunyai resiko kekurangan asupan gizi atau mereka potential untuk adanya kecenderungan terjadinya malnutrisi atau meningkatnya metabolisme kebutuhannya yang disebabkan oleh terganggu kemampuan mencerna atau mengabsorpsi makanan secara tepat. Bila hal ini terjadi dan tidak mungkin didapatkan nutrisi yang cukup, maka nutrisi harus diberikan dengan metode yang berbeda. Metode lain tersebut antara lain dengan pemberian susu nutrisi enteral klinikal melalui oral atau tube feeding.
Berdasarkan hasil identifikasi masalah yang telah dilakukan, maka ditetapkan rumusan masalah penelitian sebagai berikut: a. Bagaimana karakteristik dan preferensi orang dewasa yang mengkonsumsi susu nutrisi enteral klinikal?, b. Apa faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi susu nutrisi enteral klinikal untuk dewasa?, c. Bagaimana pengetahuan para influencer, dokter atau ahli gizi terhadap susu nutrisi enteral klinikal, d. Bagaimana strategi pemasaran yang tepat untuk digunakan dalam memasarkan susu nutrisi enteral klinikal?. Tujuan Penelitian adalah a. Mengetahui karakteristik dan preferensi orang dewasa pengguna rutin dan bukan pengguna rutin susu nutrisi enteral klinikal terhadap konsumsi susu nutrisi enteral klinikal. b. Menganalisa faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi susu nutrisi enteral klinikal. c. Menganalisa pengetahuan dan sikap para influencer terhadap susu nutrisi enteral klinikal. d. Merumuskan strategi pemasaran yang dapat diterapkan dalam pemasaran susu nutrisi enteral klinikal. Penelitian yang dilakukan ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi health food company, sebagai produsen susu nutrisi enteral klinikal guna menyusun strategi yang lebih efektif dalam rangka peningkatan pasar susu nutrisi enteral klinikal.
Ruang lingkup penelitian ini hanya sebatas mengidentifikasi karakteristik orang dewasa pengguna rutin dan bukan pengguna rutin susu nutrisi enteral klinikal, pengetahuan para influencer terhadap kepentingan pemakaian susu nutrisi enteral klinikal. Hasil temuan ini diharapkan dapat merekomendasi strategi bisnis untuk unit susu nutrisi enteral klinikal yang dapat dimanfaatkan perusahaan sebagai bahan pertimbangan.
Lokasi penelitian di lima rumah sakit kelas A dan B di Jakarta. Kelima rumah sakit tersebut adalah RSUPN Cipto Mangunkusumo, RS Pelni, RS Pondok Indah, RS Sumber Waras dan RS Jakarta. Waktu Penelitian selama bulan Februari 2009. Data sekunder dari Retail audit AC Nielsen Indonesia diambil dari periode tahun 2006-2008. Data pendukung diambil dari Biro Pusat Statistik, Studi literatur dan data dari situs internet.
Metode yang digunakan adalah metode deskriptif, studi literatur, ditujukan untuk mendapatkan gambaran mengenai konsumen susu nutrisi enteral klinikal untuk orang dewasa. Di identifikasi faktor-faktor yang mempengaruhinya, yaitu mengukur faktor karakteristik orang dewasa pengguna dan bukan pengguna susu nutrisi enteral klinikal terhadap konsumsinya. Faktor pengetahuan para influencer yaitu dokter dan ahli gizi terhadap susu nutrisi enteral klinikal. Data yang digunakan adalah data primer dalam bentuk kualitatif dan kuantitatif yang didapat dari sumber pertama individu influencer yaitu dokter atau ahli gizi. Responden pengguna dan bukan pengguna susu nutrisi enteral klinikal. Data primer didapatkan hasil liputan dari lima rumah sakit di Jakarta.
Pemilihan sampel responden di rumah sakit klas A & B yang dilakukan secara metode convenience sampling yaitu teknik penentuan sampel berdasarkan kebetulan saja, anggota populasi yang ditemui pewawancara dan bersedia menjadi responden dijadikan sampel yaitu pasien yang berada di ruang tunggu pemeriksaan di rumah sakit klas A & B di Jakarta. Sampel responden yang diteliti terdiri dari: 61 orang responden berumur 30 tahun ke atas yang dalam tiga bulan terakhir rutin mengkonsumsi susu nutrisi enteral klinikal minimal satu gelas per hari atau satu takaran per saji (200-250 ml). 50 orang responden berumur 30 tahun ke atas yang dalam satu tahun terakhir tidak rutin mengkonsumsi susu nutrisi enteral klinikal atau tidak rutin minum satu gelas per hari atau sudah tidak minum dalam 3 bulan terakhir. Para ahli 61 orang yang terdiri dari dokter dan ahli gizi yang berpraktek di rumah sakit klas A & B di Jakarta. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi akan diuji secara bersamaan variabel yang diduga berhubungan. Pengukuran terhadap probabilitas konsumsi menggunakan metode logit, dengan variabel terikatnya adalah dummy.
Usia industri susu nutrisi enteral klinikal komersial di Indonesia tergolong masih muda. Pasar susu nutrisi enteral klinikal komersial di Indonesia baru dimulai sekitar tahun 1970an. Usia industri susu nutrisi enteral klinikal komersial di Indonesia tergolong masih muda. Pasar susu nutrisi enteral klinikal komersial di Indonesia baru dimulai sekitar tahun 1970an. Untuk kategori susu bubuk dewasa enteral klinikal komersial di Indonesia sekarang ini ada enam produsen yang bergerak dalam bidang health food yaitu PT. Kalbe Nutritionals, PT. Abbott Indonesia, PT. Nestle Indonesia, PT. Nutrifood, PT. Wyeth Nutrition dan PT. Otsuka Indonesia. Produsen Kalbe Nutritionals menduduki peringkat pertama dalam volume penjualannya sesuai dengan data AC Nielsen Retail Audit (2008). Pangsa pasar makanan kesehatan di Indonesia secara keseluruhan terus bertumbuh dan menunjukkan potensi pertumbuhan yang positif, diiringi dengan peningkatan harapan akan gaya hidup yang lebih sehat. Para produsen melihat peluang ini dan mulai menciptakan produk-produk nutrisi kesehatannya
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa segmen karakteristik orang dewasa yang diteliti yang mengkonsumsi susu nutrisi enteral klinikal baik itu sebagai pengguna rutin dan bukan pengguna rutin, secara demografi adalah tingkat pengeluaran per bulannya (monthly household expenditures) di atas Rp. 3,000,000. Karakteristik ini termasuk kategori kelas SES A Plus. Usia antara rentang 36 sampai 55 tahun, tingkat pendidikan formalnya minimal lulus SMA/SLTA dan pekerjaannya adalah karyawan swasta.
Berdasarkan analisa regresi logistik, disimpulkan bahwa faktor influencer yaitu adanya rekomendasi dokter/ahli gizi, faktor tingkat pendidikan, faktor pengeluaran per bulan atau monthly household expenditures, faktor tempat/lokasi pembelian, faktor kemudahan membeli, faktor jenis outlet, faktor jenis kemasan dan faktor usia berpengaruh secara signifikan dalam pengambilan keputusan untuk mengkonsumsi susu nutrisi enteral klinikal. Peluang responden mengkonsumsi 20,57 kali lebih tinggi dengan adanya faktor influencer dari dokter atau ahli gizi.
Pengetahuan para influencer terhadap susu nutrisi enteral klinikal cukup baik. 54% dari pada ahli (dokter/ahli gizi) langsung memberikan tambahan susu nutrisi bermerek tertentu (buatan pabrik) bila pemberian susu nutrisi enteral klinikal di rumah sakit tidak memenuhi kebutuhan gizi pasien. Hal ini membuktikan bahwa para ahli sadar dan mempunyai pengetahuan yang baik tentang susu nutrisi enteral klinikal. Sejumlah 61% dari para ahli menyatakan formula komersial yang bermerek lebih praktis dan komposisinya dijamin sesuai dengan kebutuhan pasien. Para ahli menyatakan puas dengan komposisi susu nutrisi enteral komersial yang diberikan rumah sakit kepada pasien. Dalam merekomendasikan susu nutrisi enteral klinikal, dokter dan ahli gizi mengutamakan harga produk, kelengkapan kandungan gizi, daya tahan produk , ketersediaan dan informasi produk yang tercantum pada kemasan.
Prioritas strategi pemasaran yang sebaiknya dijalankan yaitu: Prioritas pertama adalah targeting yang mengarah kepada influencer (dokter/ahli gizi). Para ahli mempunyai peluang paling kuat dalam mempengaruhi orang dewasa untuk mengkonsumsi susu nutrisi enteral klinikal. Prioritas kedua adalah strategi distribusi yang mendukung kemudahan dalam mendapatkan produk. Faktor jarak bukan masalah bagi konsumen, yang penting produk tersebut mudah didapatkan. Prioritas ketiga adalah availability, yakni ketersediaan produk di supermarket. Strategi pemasaran ini direkomendasikan bagi health food company.
Bagi produsen yang sekarang menduduki posisi market leader dapat mengambil keuntungan dari kuatnya rekomendasi dokter/ahli gizi sebagai faktor yang paling berpengaruh dalam menciptakan peluang responden untuk mengkonsumsi susu nutrisi enteral klinikal. Tanpa menjalankan aktivitas pemasaran yang extra ordinary, akan sulit bagi para pesaing untuk menggeser dominasi produsen yang telah menduduki posisi market leader. Sejauh ini hasil penelitian strategi pemasaran merekomendasikan bagaimana suatu perusahaan dapat bersaing di pasar susu nutrisi enteral klinikal tanpa harus menjadi market leader. Produsen susu nutrisi enteral klinikal yang belum mencapai tingkat market leader dapat bersaing dengan memposisikan dirinya sebagai market challenger, yakni dengan melakukan kegiatan “penyerangan” yang intens dan detailing yang fokus ke tenaga medis professional. Sedangkan sebagai market follower dan market niche, strategi yang membutuhkan perbedaan yang unik dalam produk dibandingkan dengan produk massal, maupun dalam cara kekuatan pendistribusian di medical channel dan pendekatan terhadap influencer.

Posted in Knowledge managemen | 10 Comments

Kajian Pemanfaatan Teknologi Knowledge-based Expert System di dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam

Membahas masalah sumberdaya alam (natural resources), mulai dari perkembangan teknologinya sampai kepada bagaimana cara pengelolaannya merupakan hal yang terus mendapat perhatian di negara kita. Potret buram tentang banyaknya bencana alam yang terjadi di negeri kita, seperti banjir, gempa bumi serta tanah longsor yang terjadi di berbagai daerah yang menelan banyak korban jiwa manusia dan harta benda serta bencana alam lainnya telah banyak terjadi. Dari potret tersebut mencerminkan belum optimalnya kita sebagai bangsa dalam mengelola sumberdaya alam.

Pada era modern saat ini, telah terjadi perkembangan pesat dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya teknologi komputer dan komunikasi atau sering disebut dengan era informasi. Jika pada mulanya komputer digunakan hanya sekedar alat penghitung, maka dewasa ini mesin komputer telah mampu menggantikan peran atau tugas-tugas rumit yang dilakukan oleh manusia, bahkan sanggup menirukan proses biologis manusia dalam pengambilan keputusan.

Can machine think ? demikian pertanyaan yang muncul seiring dengan berkembangnya bidang kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI). Pertanyaan lain yang akan muncul: mampukah sistem pakar tersebut memberi kontribusi nyata di dalam pengelolaan sumberdaya alam ?. Untuk menjawab pertanyaan tersebut, di dalam artikel ini akan dibahas secara cermat tentang apa itu teknologi berbasis pengetahuan (knowledge-based expert system), mulai dari perkembangan teknologinya sampai pada aplikasinya pada pengelolaan sumberdaya alam.

Definisi Expert System

Pada tahun 1956, mulai diperkenalkan istilah Kecerdasan Buatan (AI), yang kemudian ditegaskan lagi pada tahun 1961 oleh suatu tulisan Marvin Minsky dari MIT tentang “Steps towards AI“. Semenjak itu istilah AI menjadi semakin populer, dan kemajuan bidang ini mencapai puncaknya dengan munculnya pengetahuan tentang Sistem Pakar.

Di dalam perspektif ilmu pengetahuan dan teknologi, sistem cerdas merupakan bagian dari bidang inteligensia semu (Artificial Intelligence/AI). Istilah expert system berasal dari knowledge-based expert system (sistim cerdas berbasis pengetahuan), dimana suatu sistem yang menggunakan pengetahuan manusia (human knowledge) yang dimasukkan ke dalam komputer untuk memecahkan masalah yang umumnya memerlukan keahlian seorang pakar/expert. Atau dapat juga dikatakan, sebuah program komputer yang menggunakan pengetahuan dan teknik inferensi (pengambilan kesimpulan) untuk memecahkan persoalan seperti yang dilakukan oleh seorang pakar.

Berbeda dengan program komputer biasa, sistem cerdas dapat digunaan untuk memecahkan masalah yang tidak terstruktur dan dimana tidak ada suatu prosedur tertentu untuk memecahkan masalah tersebut. Sedangkan definisi pengetahuan (knowledge) menurut Webster’s New World Dictionary of the American Language: persepsi tentang sesuatu yang jelas dan tentu, semua yang telah dirasakan dan diterima oleh otak, serta merupakan informasi terorganisasi yang dapat diterapkan untuk penyelesaian masalah.

Penggunaan Knowledge-based expert system (sistem pakar berbasis pengetahuan) ini tidak menjamin solusi yang lebih akurat, tetapi paling tidak mampu menghasilkan keputusan-keputusan yang didasari informasi relatif lebih banyak/terstruktur. Sesuai dengan namanya, suatu “Sistem Pakar” akan sangat tergantung pada pengetahuan (knowledge) yang didapat dari pakar yang menyumbangkan keahlian dan pengalamannya.

Biasanya suatu “sistem cerdas” dapat dibagi menjadi beberapa bagian:
(1). Basis pengetahuan (knowledge-base): berisi pengetahuan yang spesifik mengenai domain tertentuyang mana basis pengetahuan ini dapat diperbaharui sesuai dengan tingkat kemampuan seorang expert terhadap pemecahan suatu masalah,
(2). Mesin inferensi (Inference Engine) : sustu program yang bertugas mengolah data masukan sesuai pengetahuan dalam basis pengetahuan, menurut kaidah-kaidah tertentu.
(3). Bagian kendali/user interface : bagian yang berkomunikasi langsung dengan pengguna (user) sistem. Ada 2 (dua) macam mesin inferensi, yaitu yang bersifat pasti (deterministik) dan kemungkinan (probabilistik). Struktur dari sistem cerdas diperlihatkan pada Gambar 1.

Sistem konvensional yang berlandaskan logika konvensional berdasarkan pada dua keadaan -benar atau salah (true or false)-, ternyata kurang serasi untuk mengadopsi cara berfikir manusia yang banyak mengandung hal ketidak-pastian (uncertainty), proses belajar (learning process), penalaran, sifat adaptif dan sebagainya. Cara penalaran otak manusia tidaklah sama dengan komputer, karena komputer menalar dengan langkah yang jelas/pasti, sedangkan manusia menalar dengan istilah sehari-hari, misalnya: udara sejuk, airnya hangat, kecepatannya rendah, dan lainnya.

Struktur dari Sistem Cerdas (Expert System)

Banyak hal yang bersifat tidak linear, yang susah diformulasikan secara matematis, namun sangat mudah dilakukan dengan perintah manusia biasa, misalnya : kurangi kecepatan, rem dengan perlahan, dan sebagainya. Sedangkan, sistem cerdas, seperti misalnya Logika Fuzzy atau Fuzzy expert system yang pertama kali ditemukan oleh Professor Lofti A. Zadeh pada tahun 1965 telah mampu mengatasi masalah tersebut, karena menurut logika ini segala sesuatu tidaklah dapat dikatakan 100% yes atau 100% no, namun fungsi keanggotaannya (membership function) dalam suatu himpunan dapat bervariasi antara 0 (completely no) dan 1 (completely yes). Sehingga beberapa variabel linguistik yang telah disebutkan, dapat diubah menjadi variabel numerik dan sebaliknya oleh logika fuzzy.

Secara umum, Sistem Konvensional fokus pada pemrosesan informasi, sedangkan sistem cerdas (Expert System) fokus pada pemrosesan pengetahuan (knowledge processing).

Kelebihan dan Kekurangan Expert System

Sistem pakar sekarang banyak digunakan baik pada aplikasi bisnis maupun apikasi lainnya. Aplikasi sistem pakar di dalam pengelolaan sumberdaya alam masih relatif baru dan merupakan pendekatan alternatif yang dapat digunakan untuk penyelesaian masalah-masalah di dalam pengembangan teknologi pengelolaan sumberdaya alam. Hal ini karena sistem pakar memberikan banyak kelebihan. Akan tetapi perlu juga diketahui bahwa seperti halnya sistem yang lainnya, selain memberikan banyak kelebihan, sistem pakar juga mempunyai beberapa kelemahan.

Kelebihan-kelebihan dari sistem pakar secara umum adalah sebagai berikut:
1. Memberikan pengambilan keputusan yang lebih baik. Karena sistem pakar memberikan jawaban yang konsisten dan logis dari waktu ke waktu. Jawaban yang diberikan logis karena alasa logiknya dapat diberikan oleh sistem pakar dalam proses konsultasi.
2. Memberikan solusi tepat waktu. Kadang kala seorang manajer membutuhkan jawaban dari pakar, tetapi pakar yang dibutuhkan tidak berada ditempat, sehingga keputusan menjadi terlambat. Dengan sistem pakar, jawaban yang dibutuhkan oleh pengambil keputusan selalu tersedia setiap saat dibutuhkan.
3. Menyimpan pengetahuan di organisasi. Pengetahuan pakar merupakan hal yang penting dan kadang kala pengetahuan iniakan hilang jika pakar keluar atau telah pensiun dari perusahaan. Dengan sistem pakar, pengetahuan dari pakar dapat disimpan di sistem pakar dan tersedia terus selama dibutuhkan.

Kekurangan-kekurangan dari sistem pakar adalah sebagai berikut:
1. Sistem pakar hanya dapat menangani pengetahuan yang konsisten. Sistem pakar dirancang dengan aturan-aturan yang hasilnya sudah pasti dan konsisten sesuai dengan alur di diagram pohonnya. Untuk pengetahuan yang cepat berubah-rubah dari waktu ke waktu, maka knowledge base di sistem pakar harus selalu diubah (perbarui-red), yang tentu cukup merepotkan.
2. Sistem pakar tidak dapat menangani hal yang bersifat judgement. Sistem pakar memberikan hasil yang pasti, sehingga keputusan akhir pengambilan keputusan jika melibatkan kebijaksaaan dan institusi masih tetap di tangan manajemen.
3. Format knowledge base sistem pakar terbatas. Knowledge base pada sistem pakar berisi aturan-aturan (rules) yang ditulis dalam bentuk statemen if-then.

Expert System : Paradigma Baru dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam

Pengembangan signifikan di dalam teknologi ruang angkasa, mampu menyediakan berbagai sensor dan platform, teknik penginderaan jauh (remote sensing) dan teknik pengolahan data (digital image processing) memungkinkan untuk mengoleksi, analisa dan interpretasi data secara cepat dan efisien.

Saat ini, teknik penginderaan jauh yang dilengkapi dengan teknik pengolahan data telah banyak diaplikasikan di dalam pengelolaan sumberdaya alam. Teknik ini berbasis pada pemrosesan informasi (information processing) dengan pendekatan statistik yang oleh para ahli biasa disebut dengan sistem konvensional. Dalam perjalanannya, ditemukan begitu kompleksnya permasalahan yang dihadapi di dalam pengelolaan sumber daya alam, sehingga menyebabkan keterbatasan sistem konvensional dalam penerapannya. Untuk itu dengan dilandasi kesadaran tinggi, para ahli berupaya keras untuk mengembangan teknologi baru yang mampu memberi kontribusi di dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi oleh sistem konvensional diatas.

Kehadiran teknologi knowledge-based expert system yang fokus pada pemrosesan pengetahuan (knowledge processing), merupakan suatu paradigma baru di dalam memberi solusi pengelolaan sumberdaya alam.

Blok diagram modul pengembangan sistem berbasis pengetahuan sebagai kontribusi yang mampu memberi nilai tambah (added value) di dalam solusi pengelolaan sumberdaya alam diperlihatkan pada Gambar 2.

Gambar 2. Blok Diagram Modul Expert System untuk solusi Pengelolaan SDA

Identifikasi obyek (object identification) merupakan suatu teknik untuk meng-identifikasi obyek di permukaan bumi dengan menggunakan satelit penginderaan jauh. Proses klasifikasi dapat dilakukan menggunakan pendekatan fuzzy-neural network model. Parameter-parameter jaringan saraf tiruan (artificial neural network) diestimasi dengan proses pembelajaran (learning process) secara supervisi untuk daerah yang telah diketahui (known-sites).

Parameter-parameter yang sudah di estimasi selanjutnya digunakan untuk meng-identifikasi jenis-jenis obyek, seperti hutan, sumberdaya air, lahan pertanian, sumberdaya kelautan, mineral, dan lainnya. Pada tahapan pemodelan (modeling stage), obyek yang telah diidentifikasi digunakan untuk kalibrasi model matematika, model berbasis pengetahuan dan keluarannya merupakan model estimasi untuk pengelolaan dan perencanaan sumber daya alam.

Sedangkan, tahap optimasi (optimization stage) merupakan tahapan untuk pemanfaatan optimal dari sumberdaya alam, untuk itu perlu dikembangkan suatu sistem pendukung keputusan secara cerdas (intelligent decision support system) dengan memformulasikan sebuah fungsi obyektif biaya minimum (cost minimizing objective function), serta bermanfaat secara ekonomi. Integrasi dari ketiga tahapan tersebut (pada Gambar 2) merupakan suatu proses pendekatan dalam memberi solusi penyelesaian permasalahan sumberdaya alam.

Pengembangan Sistem Pakar

Pengembangan sistem pakar melibatkan 4 (empat) pihak yaitu analis sistem, knowledge engineer, pakar dan pemakai sistem (users). Keempat pihak ini akan terlibat dalam tahapan pengembangan sistemnya sebagai berikut:

(a). Studi awal. Bertujuan untuk mempelajari domain dari permasalahannya dan kelayakannya apakah dapat dibuatkan sistem pakarnya atau tidak. Studi ini dilakukan oleh analis sistem.
(b). Pemilihan perangkat lunak yang akan digunakan, apakah akan membangun sendiri inference-engine atau menggunakan ES shell. Tahap ini dilakukan oleh analis sistem bersama-sama dengan pemakai sistem.
(c). Pemilihan pakar.
(d). Pengambilan pengetahuan. Tahap pengambilan pengetahuan (knowledge acquisition)
dilakukan ole analis sistem bersama-sama dengan knowledge engineer dan pemakai sistem.
(d). Membangun sistem pakar. Membangun sistem pakar melibatkan ke empat pihak dengan langkah-langkah sebagai berikut:
– mengidentifikasi sasaran (goal).
– mengidentifikasi atribut item-item dan nilai-nilainya.
– menderivasi aturan-aturan.
– membuat prototip.
(e). Menguji sistem
(f). Mengimplementasikan sistem
(g). Mengoperasikan sistem
(h). Merawat sistem (maintenance)

Kesimpulan

Mengingat begitu kompleksnya permasalahan yang dihadapi di dalam pengelolaan sumber daya alam, khususnya di negara kita. Maka tidak ada pilihan lain kita harus segera menguasai dan mengembangkan teknologi yang mampu memberikan solusi nyata. Teknologi berbasis pengetahuan (knowledge-based expert system) dengan berbagai kehandalannya merupakan suatu terobosan baru yang mampu memberi nilai tambah di dalam pengelolaan sumber daya alam secara lebih baik.

Dampak dari kemajuan teknologi komputer yang mampu menggantikan tugas manusia di era intelijensi ini tidak akan mengurangi lapangan pekerjaan, bahkan sebaliknya akan membuka lapangan kerja baru yang lebih efisien. Bermimpi tentang kehebatan teknologi expert system sudah waktunya dihentikan, sekarang mimpi itu harus segera diwujudkan dengan melakukan kajian-kajian di dalam pengembangan teknologi ini sebagai suatu paradigma baru di dalam pengelolaan sumberdaya alam di Indonesia. Semoga!

Posted in Knowledge managemen | Comments Off on Kajian Pemanfaatan Teknologi Knowledge-based Expert System di dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam