Pengembangan Digital Knowledge- Based (ENABLERs) untuk Mendukung Kegiatan Ke-LITBANG-an

1. Pendahuluan
Era globalisasi juga ditandai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang
sangat pesat. Kemampuan suatu negara di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi salah
satu faktor daya saing yang paling penting dewasa ini. Manakala suatu negara mencoba
mengembangkan skala ekonominya, maka ia membutuhkan tingkat pengetahuan yang semakin
luas untuk mampu berkompetisi di pasar dunia dan meningkatkan kesejahteraannya.
Konsekuensinya iptek dan globalisasi telah mempercepat perubahan-perubahan di seluruh
kawasan dunia menjadi semakin terbuka, transparan dan bebas hambatan.
Menyadari akan persaingan yang semakin berat, maka perlu ada perubahan paradigma dari yang
semula mengandalkan pada resource-based competitiveness menjadi knowledge-based
competitiveness. Kedua konsep ini sangat berbeda dimana konsep yang pertama bertumpu pada
keunggulan sumber daya alam, lokasi dan kondisi geografis. Sebaliknya konsep yang terakhir
bertumpu pada ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek) serta pembangunan SDM.
Disinilah peran pendidikan dan ilmu pengetahuan menjadi amat krusial. Bangsa-bangsa
bersaing dengan menggunakan “otak” ketimbang “otot”1. Kemampuan suatu bangsa untuk
mengembangkan sistem pendidikan yang baik dan mengembangkan pengetahuan serta
keterampilan tenaga kerjanya menjadi sangat vital dalam memenangkan persaingan global.
Dalam kerangka pikir ini, knowledge tidak akan diterjemahkan, karena pengertian knowledge itu
sendiri masih diperdebatkan. Knowledge bukan hanya pengetahuan. Thomas Davenport dan
Laurence Prusak mendefinisikan knowledge sebagai berikut:
“Knowledge” merupakan campuran dari pengalaman, nilai, informasi kontektual,
pandangan pakar dan instuisi mendasar yang memberikan suatu lingkungan dan kerangka
untuk mengevaluasi dan menyatukan pengalaman baru dengan informasi.

Di perusahaan knowledge sering terkait tidak saja pada dokumen atau tempat penyimpanan
barang berharga, tetapi juga pada rutinitas, proses, praktek dan norma perusahaan.
Knowledge management secara luas diartikan sebagai “pengelolaan atau manajemen dari
knowledge organisasi untuk menciptakan nilai bisnis dan membangun daya saing”. Manajemen
knowledge mampu untuk menciptakan, mengkomunikasikan dan mengaplikasikan knowledge
ke segala macam kegiatan bisnis untuk pencapaian tujuan bisnis. Kirk Klasson mengartikan
knowledge management sebagai kemampuan untuk menciptakan dan mempertahankan
peningkatan nilai dari inti kompetensi bisnis.
Perusahaan dengan tingkat nilai pasar yang tinggi sebenarnya merupakan perusahaan yang
mempunyai aset yang tidak terlihat (intangible assets), yaitu modal intelektual. Modal
intelektual merupakan aset yang tidak dapat diukur tetapi digunakan di perusahaan demi
keuntungan perusahaan. Dengan demikian kemampuan perusahaan untuk mengeksploitasi aset
yang tidak terlihat (intangible assets) menjadi lebih penting dari pada kemampuan mereka
untuk investasi dan mengelola aset fisik mereka. Apabila pasar berubah, maka ketidak pastian
akan mendominasi, teknologi berkembang, pesaing berlipat ganda, dan produk dan jasa menjadi
sangat cepat kedaluwarsa. Karena itu perusahaan yang sukses dalam meningkatkan daya
saingnya dicirikan pada kemampuan mereka untuk secara konsisten mengembangkan
knowledge baru, disebarluaskan secara cepat dan dikaitkan dengan produk dan jasa baru tadi.
Jadi perusahaan yang sukses terletak pada kaitannya secara mendalam dengan sistem intelektual.
Kegiatan pengembangan produk, jasa dan proses yang didasarkan pada knowledge harus
menjadi fungsi internal utama dari perusahaan dalam upayanya untuk menciptakaan daya saing
jangka panjang.

Beberapa perusahaan mencoba melakukan pengelolaan knowledge dan kompetensi mereka agar
dapat bersaing secara efektif di pasar yang sangat kejam. Perusahaan-perusahaan tersebut
mengaplikasikan aspek strategi dan desain dari strategi knowledge management. Hal tersebut
didorong oleh kepentingan bisnis dan strategi sistem knowledge management yang didesain
dengan baik. Knowledge merupakan kunci yang akan membedakan satu perusahaan dengan
perusahaan lain dalam usaha mereka untuk belajar keluar dari bahaya (survive).
Menurut Nonaka dan Takeuchi (1995), alasan fundamental mengapa perusahaan Jepang menjadi
sukses karena keterampilan dan pengalaman mereka terdapat pada penciptaan knowledge
organisasi. Penciptaan knowledge dicapai melalui pengenalan hubungan yang sinergistik antara
knowledge tacit dan explicit. Ikujiro Nonaka dan Hirotaka Takeuchi (tahun 1991 dan 1995)
membedakan antara explicit dan tacit knowledge. Dia mengatakan bahwa inti dari penciptaan
knowledge adalah perbedaan antara konsep lama dari tacit dan explicit knowledge.
Menurut mereka ada 4 model konversi yaitu dari tacit ke explicit knowledge; dari explicit ke
explicit knowledge; dari explicit ke tacit knowledge dan dari tacit ke tacit knowledge. Dari tacit
knowledge ke explicit knowledge harus dilakukan dengan eksternalisasi, yaitu penyebarluasan
knowledge, dan hasilnya berupa conceptual knowledge. Dari explicit ke explicit knowledge
merupakan suatu kombinasi (combination) yang berhubungan dengan information processing,
yang hasilnya berupa systemic knowledge. Dari explicit ke tacit knowledge, harus merupakan
internalisasi, dan hasilnya berupa sesuatu yang berhubungan dengan organizational learning.
Dari tacit ke tacit knowledge, harus merupakan sosialisasi yang ditekankan pada suatu budaya
perusahaan melalui group processing. Maka hasilnya adalah symphatized knowledge.

2. Kegiatan Digital KM
digital KM masuk Riset Kompetitif LIPI dalam penelitian klaster knowledge
management merupakan kegiatan penelitian lanjutan dari tahun 2002, 2003 , 2004 dan
masuk penelitian tematik pada tahun 2005. Pada tahun 2003 kegiatan diarahkan untuk
menyusun sistem explicit yang akan mengintegrasikan atau mengkombinasikan berbagai
explicit lain ke dalam suatu sistem informasi yang terpadu, user friendly, dan bermanfaat bagi
user (peneliti dan masyarakat) dalam mendapatkan knowledge, yang mereka perlukan.
Hal tersebut ditujukan untuk menjadi model organisasi informasi dan pengetahuan. Untuk itu
sistem yang disusun ini mendasarkannya pada tiga model dari penggunaan informasi d
knowledge agar menjadi organisasi yang disebut the knowing organization, yaitu model sense
making, knowledge creating dan decision making. Pada model sense making, informasi
diinterpretasikan bersama (shared interpretations), sehingga dapat dibentuk arti dan pentingnya
informasi dan pengetahuan ini bagi pengembangan inovasi. Sedangkan knowledge creating,
adalah mengekploitasi informasi dan pengetahuan dari sistem tersebut untuk terjadinya inovasi
dan memperluas pemilihan. Sedangkan dalam decision making, diupayakan untuk
menggunakan kajian atau analisis dari informasi dan inovasi tersebut untuk pengambilan
keputusan yang akan mengligimatisasikan tindakan mereka. Untuk itu diperlukan linkage antara
lembaga penelitian, universitas dan industri/perusahaan. Maka upaya industri/perusahaan dalam
daya saing dapat didukung oleh inovasi yang timbul dari knowledge sharing melalui sistem
tersebut. Selain itu, kegiatan pada tahapan ini adalah mengidentifikasi tacit dari lembaga puslit
LIPI seperti : mengenai explicit yang terintegrasi dalam sistem informasi dan pengetahaun
tersebut. Hal tersebut dapat dilakukan dengan internalisasi dari pengalaman melalui model
knowledge creation tersebut di atas ke dasar tacit knowledge individu (individuals’ tacit
knowledge bases). Lembaga puslit lain yang dipilih adalah beberapa puslit LIPI. Hal tersebut
berhubungan dengan kasus produk yang dipilih yaitu jambu mete (untuk detail design).
Untuk kegiatan lanjutan tahun 2004 dan 2005, akan dilanjutkan dengan kegiatan tacit
knowledge ke tacit knowledge malalui sosialisasi dan tacit knowledge tersebut akan dijadikan
explicit knowledge, serta membangun organizational knowledge management systems
memerlukan empat fungsi yaitu: using knowledge, finding knowledge, creating knowledge, dan
packaging knowledge yang akan membentuk suatu knowledge untuk menjawab pertanyaan
mengenai know-how, know-what, know-why, dan menumbuhkan kreatifitas (self-motivated
creativity), tacit pribadi (personal tacit), tacit yang membudaya (cultural tacit), tacit organisasi
(organizational tacit) dan asset peraturan (regulatory assets).

3.Tujuan
Kegiatan Digital KM pada penelitian lanjutan ini adalah menyusun suatu kerangka model dan
sistem applikasi KM di lembaga penelitian yang bermanfaat bagi peneliti, petani, dan
pengusaha, serta user friendly dan terpakai dari sosialisasi dan eksternalisasi tacit dan explicit
knowledge sehingga menjadi suatu kesatuan knowledge management (kombinasi dan
internalisasi) untuk mendukung timbulnya using, finding dan creating knowledge di lembaga
riset, sentra petani/pengusaha dan perguruan tinggi guna berdaya saing produknya.

4. Sasaran
•Menyusun kerangka model sosialisasi dan eksternalisasi tacit dan explicit knowledge;
•Mengkombinasikan antara kombinasi dan internalisasi tacit dan explicit knowledge
dari yang sudah dikembangkan terlebih dahulu di tahun yang lalu;
•Membangun sistem KM yang mendukung linkage knowledge antara lembaga litbang,
universitas dan industri/perusahaan guna peningkatan daya saing.

5. Perumusan masalah
• Bagaimana fungsi knowledge creating, knowledge finding dan packaging knowledge
dapat dibuat dalam suatu sistem dan kerangka model KM di lembaga litbang dengan
studi kasus bidang perkebunan dapat terwujud ?
• Bagaimana membentuk jaringan yang saling sinergi antar peneliti, petani, pengusaha
dan lembaga perguruan tinggi, dengan beberapa model knowledge sharing atau model
konversi tacit ke tacit dapat terjadi ?
• Bagaimana membangun model knowledge management dan knowledge sharing di
lembaga riset agar dapat di implementasikan untuk mendukung daya saing bidang
perkebunan ?

6.Metodologi
SSM (Soft System Methodology) yang berdasarkan sistem berpikir, yang memungkinkan dapat
menjelaskan dan mendifinisikan masalah, tetapi fleksibel dalam penggunaan dan luas ruang
lingkupnya. Siklus pengetahuan ini sangat kompleks, dan diharapkan dengan penggunaan SSM
ini dapat mendukung analisis dari masalah yang kompleks tersebut.
SSM adalah suatu pendekatan yang melibatkan proses-proses sebagai berikut:
– proses pembelajaran yaitu proses belajar dari interaksi subyek, sosial, dan politik dalam
sistem yang tidak diinginkan (situasi problematik);
– melibatkan proses kreasi model konseptual untuk tindakan perubahan atas situasi
problematik ini. Proses-proses mengandalkan pada proses brain-storming dan
partisipasi antara analisis dengan fenomena sosial.
– SMM dilengkapi dengan teknik analisis perbandingan yang menggunakan expert
judgement choice melalui pembobotan terhadap berbagai variabel budaya perusahaan
yang sangat menunjang kinerja perusahaan.
– metoda yang digunakan terdapat enam tahapan dalam penerapan SSM, sebagai berikut:
1).problem situation unstructured (PSU): diagram dari struktur, entitas, situasi, proses,
hubungan dan konflik/masalah;
2).problem situation expressed (PSE): pengkajian intervensi atau interaksi peran, pengkajian
karakteristik sos-bud dari situasi melalui interaksi peran sosial, norma dan nilai, pengkajian
dari kekuatan politik atas situasi masalah melalui penjelasan dari komoditi kekuatan situasi;
3). Seleksi : dibuat root definisi, relevant root, kemudian menetapkan sistemnya, kemudian
diturunkan dari root definisi

This entry was posted in Knowledge managemen. Bookmark the permalink.

Comments are closed.